nurul wardah


BAB I
PENDAHULUAN
   1.      Latar Belakang
Perilaku abnormal tampaknya tidak banyak mendapatkan perhatian. Lagi pula, hanya sedikit orang dari keseluruhan populasi yang pernah dirujuk ke rumah sakit jiwa. Kebanyakan orang tidak pernah mencari bantuan psikolog (psychologist) ataupun psikiater (psychiatrist). Pada kenyatannya, perilaku abnormal mempengaruhi hampir setiap orang dalam berbagai cara. Pola perilaku abnormal yang meliputi gangguan fungsi psikologis atau gangguan perilaku diklasifikasikan oleh ahli kesehatan mental sebagai gangguan psikologis (psychological disorder) atau gangguan mental (mental disorder).

Istilah penyakit mental (mental illness) secara kolektif mengacu pada semua gangguan mental yang dapat didiagnosis, termasuk gangguan kecemasan, gangguan mood, skizofrenia, disfungsi seksual, dan gangguan penyalahgunaan zat (USDHHS, 1999a). Jika kita membatasi definisi kita tentang perilaku abnormal pada gangguan mental yang dapat didiagnosis, berarti satu dari dua orang diantara kita secara langsung telah mengalaminya (R.C. Kessler, 1994).
Gangguan psikologis paling banyak dialami oleh orang – orang berusia diantara 25 – 32 tahun dan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Masalah yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi lebih umum terjadi pada wanita. Masalah penyalahgunaan alkohol dan zat – zat lebih umum terjadi pada laki – laki. Jika kita juga melibatkan masalah kesehatan mental dari anggota keluarga, teman, dan rekan kerja; serta memperhitungkan mereka yang membayar tagihan penanganan dalam bentuk pajak dan premi asuransi kesehatan, juga hilangnya prokduktivitas kerja karena hari – hari sakit, cuti karena ketidaksanggupan bekerja, dan menurunnya kinerja yang meningkatkan biaya produksi, maka sepertinya tidak ada seorangpun dari kita yang tetap tidak terkena(“Mental Health Problem”).
Memahami perilaku abnormal paling baik dilakukan dengan memperhitungkan interaksi kompleks antara faktor biologis dan lingkungan. Kita juga harus melihat pentingnya faktor sosial budaya (sosikultural) dalam upaya memahami gangguan mental dan dalam mengembangkan pelayanan kesehatan untuk orang – orang dengan latar budaya yang berbeda – beda. Dan seharusnya, kita juga mensurvei sejumlah pendekatan penanganan efektif yang tersedia saat ini untuk menolong orang – orang yang mengalami gangguan mental.


    2.      Rumusan Masalah
1.      Apakah gangguan kepribadian itu?
2.      Apa saja tipe – tipe gangguan kepribadian?
3.      Apa saja perspektif teoritis dari gangguan kepribadian?
4.      Bagaimana cara penanganan gangguan kepribadian?



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Definisi Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian atau dikenal dengan personality disorder adalah gangguan dalam perilaku yang memberikan dampak atau dinilai negatif oleh masyarakat. Gangguan kepribadian pada umumnya ditandai oleh masalah-masalah dimana individu secara tipikal mengalami kesukaran dalam melaksanakan kehidupan dengan orang lain sebagaimana yang ia kehendaki. Orang yang mengalami gangguan kepribadian ini melihat orang lain sebagai hal yang membingungkan, tidak jelas dan tidak dapat diduga. Dan begitu pula sebaliknya, ia akan melakukan tindakan sosial secara membingungkan. (Sutarjo A. Wiramiharja : 2007).
Kepribadian yang terganggu menjadi jelas dimasa remaja atau awal masa dewasa dan terus berlanjut di sepanjang kehidupan dewasa, semakin mendalam dan mengakar sehingga semakin sulit untuk diubah. Tanda – tanda peringatan akan adanya gangguan kepribadian dapat dideteksi pada masa kanak – kanak , bahkan pada perilaku bermasalah dari anak – anak prasekolah. Anak – anak dengan gangguan psikologis atau perilaku bermasalah di masa kanak – kanaknya, seperti tingkah laku, depresi, kecemasan dan ketidakmatangan, lebih besar resikonya dibandingkan resiko rata – rata untuk mengembangkan gangguan kepribadian di kemudian hari (Berstein, dkk, 1996; Kasen, dkk, 2001). Adapun ciri – ciri gangguan kepribadian menurut Supratiknya adalah :
    a.       Hubungan pribadinya dengan orang lain terganggu, dalam arti sikap dan perilakunya cenderung merugikan orang lain.
    b.      Memandang bahwa semua kesulitannya disebabkan oleh nasib buruk atau perbuatan jahat orang lain. Dengan kata lain, penderita gangguan ini tidak memiliki rasa bersalah.
     c .       Tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap orang lain
    d.      Bersikap manipulatif atau senang mengakali, mementingkan diri, tidak punya rasa bersalah dan tidak mengenal rasa sesal bila mencelakakan orang lain.
Adapun yang tercantum di dalam PPDGJ bahwa seseorang yang didiagnosa gangguan kepribadian harus memenuhi kriteria dari bebarapa pedoman diagnostik sebagai berikut :
a.       Disharmoni sikap dan perilaku yang cukup berat, biasanya meliputi beberapa bidang fungsi misalnya afek, kesiagaan, pengendalian impuls, cara memandang dan berpikir, serta cara berinteraksi dengan orang lain.
b.      Pola perilaku abnormal berlangsung lama, dan tidak terbatas pada episode gangguan jiwa.
c.       Pola perilaku abnormalnya pervasif (mendalam) dan maladaptif  yang jelas terhadap berbagai keadaan pribadi dan sosial yanag luas.
d.      Manifestasi di atas selalu muncul pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut hinggga usia dewasa.
e.       Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi (personal distress) yang cukup berarti,  tetapi baru menjadi nyata setelah perjalanan yang berlanjut.
f.       Gangguan ini biasanya “tapi tidak selalu” berkaiatan secara bermakna dengan masalah-masalah pekerjaan dan kinerja sosial.


2.      Tipe – tipe gangguan kepribadian
DSM membagi gangguan kepribadian menjadi 3 kelompok :
A.    Kelompok A
Gangguan kepribadian yang ditandai oleh perilaku aneh atau eksentrik. Orang dengan gangguan ini memiliki kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, atau mereka menunjukkan sedikit atau tidak adanya minat dalam mengembangkan hubungan sosial. Gangguan kepribadian kelompok A ini terdiri dari :
a)      Paranoid
Ciri utama dalam gangguan kepribadian paranoid ini adalah perasaan curiga yang pervasif serta kecenderungan menginterpretasikan perilaku orang lain sebagai hal yang mengancam atau merendahkan. Orang dengan gangguan ini tidak percaya pada orang lain dan hubungan sosial mereka akan menjadi terganggu. Meski mereka mencurigai rekan kerja mereka, tetapi pada umumnya mereka tetap dapat bekerja.
b)      Skizoid
Isolasi sosial adalah ciri utama dari gangguan kepribadian skizoid. Sering kali digambarkan sebagai penyendiri atau eksentrik, orang dengan kepribadian skizoid kehilangan minat pada hubungan sosial. Mereka tampak jauh dan menjaga jarak. Wajah mereka cenderung tidak menampilkan ekspresi emosional dan mereka jarang bertukar senyum sosial atau salam yang disertai anggukan dengan orang lain. Meski mereka lebih senang menjaga jarak dari orang lain, mereka membina kontak yang lebih baik dengan realitas daripada orang yang menderita skizofrenia.
Pola kepribadian schizoid umunya dapat diketahui saat awal masa dewasa. Akhtar (1987) menyatakan bahwa kemungkinan terdapat kesenjangan antara penampilan luar dan kehidupan terdalam dari orang – orang dengan kepribadian schizoid. Akhtar juga menyatakan bahwa perilaku menjauh dan menjaga jarak sosial dari orang – orang dengan kepribadian schizoid mungkin hanya di permukaan saja. Mereka juga memiliki sensitivitas yang kuat, rasa ingin tahu yang mendalam tentang orang lain, dan harapan akan cinta yang tidak dapat mereka ekspresikan. Dalam sejumlah kasus, sensitivitas diekspresikan dengan perasaan yang mendalam terhadap binatang daripada terhadap sesama.

c)      Skizotipal
Gangguan kepribadian skizotipal umumnya menjadi jelas saat awal masa dewasa. Diagnosis tersebut dikenakan pada orang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan dekat dan yang perilakunya, sikapnya, serta pola pikirnya aneh atau ganjil. Mereka dapat menjadi sangat cemas dalam situasi sosial, bahkan saat berinteraksi dengan orang yang mereka kenal. Gangguan kepribadian skizotipal sedikit lebih umum pada laki – laki dibanding pada perempuandan diyakini menimpa sekitar 3% dari populasi umum (APA, 2000). Klinisi perlu berhati – hati untuk tidak melabel sebagai skizotipal pada pola perilaku tertentu yang merefleksikan keyakinan budaya atau ritual – ritual religius.   
Orang dengan gangguan skizotipal mengalami persepsi atau ilusi yang tidak umum. Mereka bisa menjadi sangat curiga terhadap orang lain atau paranoid dalam pikiran mereka. Mereka bisa terlibat dalam “pikiran magis”, seperti keyakinan bahwa mereka memiliki indra keenam atau merasa bahwa orang lain dapat merasakan perasaan mereka. Mereka memiliki penampilan yang berantakan, menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak umum, seperti berbicara sendiri saat bersama orang lain. Mereka tampak sangat cemas berada disekitar orang – orang yang tidak mereka kenal.

B.     Kelompok B
Gangguan kepribadian yang ditandai oleh perilaku dramatis, emosional, atau eratik. Pola perilaku dari kelompok ini adalah berlebih – lebihan, tidak dapat diramalkan, atau self – centered. Orang dengan gangguan ini memiliki kesulitan untuk membentuk dan membina hubungan. Gangguan kepribadian kelompok B ini terdiri dari :
a)      Antisosial
Orang dengan kepribadian antisocial secara persisten melakukan pelanggaran terhadap hak – hak orang lain dan sering melanggar hukum. Meski demikian mereka sering menunjukkan karisma dalam penampilan luar mereka dan paling tidak memiliki intelegensi rata – rata (Cleckley, 1976). Ciri yang paling menonjol dari mereka adalah tingkat kecemasan yang rendah saat berhadapan dengan situasi yang mengancam dan kurangnya rasa bersalah atau penyesalan atas kesalahan yang mereka lakukan. Hukuman tampaknya hanya memiliki sedikit dampak pada perilaku mereka. Meski orang tua dan orang lain biasa menghukum mereka untuk kesalahan yang mereka lakukan, mereka tetap menjalani kehidupan yang tidak bertanggung jawab dan impulsif.
Walaupun perempuan lebih cenderung untuk mengembangkan gangguan kecemasan dan depresi dibandingkan laki – laki, laki – laki lebih cenderung menerima diagnosis gangguan kepribadian antisocial dibandingkan perempuan (Robins, Locke, & Reiger, 1991). Untuk mendapatkan diagnosis gangguan kepribadian antisocial, orang tersebut paling tidak harus berusia 18 tahun. pola perilaku yang menandai gangguan kepribadian antisocial dimulai dari masa kanak – kanak atau remaja dan berlanjut hingga dewasa. Namun demikian, perilaku antisocial dan kriminal yang terkait dengan gangguan ini cenderung menurun sesuai usia, dan mungkin akan menghilang pada saat orang tersebut mencapai usia 40 tahun. Namun, tidak demikian dengan cirri kepribadian yang mendasari gangguan antisocial, seperti egosentrisitas; manipulatif; kurangnya empati; kurangnya rasa bersalah atau penyesalan; dan kekejaman pada orang lain. Hal – hal tersebut relative stabil meski terdapat penambahan usia (Harpur & Hare, 1994).  

b)      Ambang
Gangguan kepribadian ambang (borderline personality disorder/ bpd) ditandai oleh suatu cakupan cirri perilaku, emosional, dan kepribadian (sainslow, grilo, &mcglashan, 2000). Orang dengan gangguan kepribadian ambang cenderung tidak yakin akan identitas pribadi mereka, nilai, tujuan, karir, dan bahkan mungkin orientasi seksual mereka. Ketidakstabilan dalam identitas pribadi membuat mereka dipenuhi perasaan kekosongan dan kebosanan yang terus – menerus. Mereka tidak dapat mentoleransi ide untuk berada sendirian dan akan melakukan usaha – usaha nekat untuk menghindari perasaan ditinggalkan (gunderson, 1996). Ketakutan akan ditinggalkan menjadikan mereka pribadi yang melekat dan menuntut dalam hubungan sosial mereka, namun kelekatan mereka sering kali malah menjauhkan orang – orang yang menjadi tumpuan mereka. Tanda – tanda penolakan membuat mereka sangat marah, yang membuat hubunnag mereka menjadi lebih jauh lagi. Akibatnnya perasaan mereka terhadap orang lain menjadi mendalam dan berubah – ubah. Mereka silih berganti antara melakukan pemujaan yang ekstrim saat kebutuhan mereka terpenuhi dan memendam kebencian saat merka merasa diabaikan. Orang yang mereka puja akan diperlakukan dnegan kebencian saat hubungan berakhir atau saat mereka merasa orang tersebut gagal dalam memenuhi kebutuhan mereka (gunderson, &singer, 1986).

c)      Histrionic
Gangguan kepribadian histrionic (histrionic personality disorder) melibatkan emosi yang berlebihan dan kebutuhan yang besar untuk menjadi pusat perhatian. Orang dengan gangguan kepribadian histrionic cenderung dramatis dan emosional, namun emosi mereka tampak dangkal, dibesar – besarkan, dan mudah berubah. Mereka dapat menunjukkan keriangan yang berlebihan saat bertemu dengan seseorang atau menjadi sangat marah saat seseorang tidak menyadari gaya rambut mereka yang baru. Mereka cenderung self – centered dan tidak toleran terhadap penundaan kesenangan. Orang lain memandang mereka sebagai menyombongkan diri atau sedang berakting, meski mereka menunjukkan pesona tertentu. Mereka memasuki ruangan dengan penuh gaya dan menceritakan engalam mereka dengan elegan. Meskipun demikian, bila ditekan untuk menceritakan hal yang detail, mereka gagal untuk menjelaskan kisah mereka secara spesifik.

d)     Narsistik
Gangguan kepribadian narsistik (narcissistic personality disorder) memiliki rasa bangga atau keyakinan yang berlebihan terhadap diri mereka sendiri dan kebutuhan yang besar akan pemujaan terhadap dirinya. Mereka membesar – besarkan prestasi mereka dan berharap orang lain menghujani mereka dengan pujian. Mereka memiliki pandangan yang jauh lebih membanggakan tentang diri mereka sendiri. Namun orang dengan gangguan kepribadian narsistik umumnya dapat mengorganisasi pikiran dan tindakan mereka dengan lebih baik. Mereka cenderung lebih berhasil dalam karir mereka dan lebih bisa meraih posisi dengan status tinggi dan kekuasaan. Kualitas narsistik yang berlebihan yang berlebihan dapat menjadi tidak sehat, terutama bila kelaparan akan pemujaan menjadi keserakahan.
Orang dengan kepribadian narsisitik cenderung terpaku pada fantasi akan keberhasilan dan kekuasaan, cinta yang ideal, atau pengakuan akan kecerdasan atau kecantikan. Meski mereka cenderung membesar – besarkan prestasi dan kemampuan mereka , banyak orang dengan kepribadian narsistik yang cukup berhasil dalam pekerjaan mereka. Ambisi yang serakah membuat mereka mendedikasikan diri mereka untuk bekerja tanpa lelah. Mereka terdorong untuk berhasil, bukan untuk mendapatkan uang melainkan untuk mendapatkan pemujaan yang menyertai kesuksesan mereka.

C.     Kelompok C
Gangguan kepibadian yang ditandai oleh perilaku cemas atau ketakutan. Gangguan tipe ini memiliki pola berupa rasa takut atau kecemasan. Gangguan kepribadian kelompok C ini terdiri dari :

a)      Menghindar
Orang dengan gangguan kepribadian menghindar (avoidant personality disorder) sangat ketakutan akan penolakan dan kritik sehingga mereka umumnya tidak ingin memasuki hubungan tanpa adanya kepastian akan penerimaan. Sebagai hasilnya, mereka hanya memiliki sedikit teman dekat di luar keluarga inti. Individu dengan gangguan kepribadian menghindar memiliki minat dan perasaan akan kehangatan pada orang lain. Meskipun demikian, ketakutan akan penolakan menghalangi mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka akan afeksi dan penerimaan. Dalam situasi sosial, mereka cenderung merapat pada dinding dan menghindari percakapan dengan orang lain. Mereka takut dipermalukan didepan publik, berpikiran bahwa orang lain akan melihat mereka merona, menangis, atau bertindak gugup. Mereka cenderung terikat dengan rutinitas mereka dan melebih – lebihkan resiko atau usaha dalam mencoba hal – hal baru.

b)      Dependen
Gangguan kepribadian dependen (dependent personality disorder) menggambarkan orang yang memiliki kebutuhan yang berlebihan untuk diasuh oleh orang lain. Hal ini membuat mereka menjadi sangat patuh dan melekat dalam hubungan mereka serta sangat takut akan perpisahan. Orang dengan gangguan ini merasa sangat sulit melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Mereka mencari saran dalam membuat keputusan yang paling kecil sekalipun. Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan kepribadian dependen lebih bergantung pada orang lain untuk mendapatkan dukungan dan bimbingan daripada kebanyakan orang (Greenberg & Bornstein, 1988a). orang dengan kepribadin dependen sering mengatribusikan masalah mereka pada penyebab fisik dan bukan emosional serta mencari dukungan dan saran dari ahli – ahli medis dan bukan psikolog atau konselor (Greenberg & Bornstein. 1988b).

c)      Obsesif – kompulsif
Cirri yang menggambarkan gangguan kepribadian obsesif – kompulsif (obsessive – compulsive personality disorder) meliputi derajat keteraturan yang berlebihan, kesempurnaan, kekakuan, kesulitan mengekspresikan perasaan, dan mendetail dalam kebiasaan kerja. Orang dengan gangguan kepribadian obsesif – kompulsif sangat terpaku pada kebutuhan akan kesempurnaan sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan segala sesuatu tepat waktu. Apa yang mereka lakukan pasti gagal memenuhi harapan mereka, dan mereka memaksa diri untuk mengerjakan ulang pekerjaan mereka. Kekakuan mereka mengganggu hubungan sosial mereka; mereka memaksa melakukan hal – hal sesuai dengan cara mereka sendiri daripada berkompromi. Mereka merasa sulit untuk membuat keputusan dan menunda tau menghindarinya karena takut membuat keputusan yang salah. Mereka cenderung terlalu kaku dalam masalah moralitas dan etika karena kekakuan dalam kepribadian dan bukan karena memegang teguh keyakinan. Mereka cenderung sangat formal dalam hubungan dan merasa sulit mengekspresikan perasaan.

3.      Perspektif teoritis dari gangguan kepribadian
        a)      Perspektif psikodinamika
Menurut teori Freudian tradisional dasar dari banyak perilaku abnormal termasuk gangguan kepribadian berfokus pada masalah yang muncul dari Oedipus complex.
0 Responses

Posting Komentar