Tugas
Terstruktur Dosen Pengampu
Psikologi Abnormal & Psikopatologi
Raudhatulsalamah S.Psi, M.A
GANGGUAN SEKSUAL
Disusun Oleh:
1. Aulia Permata Rahman (11261204399)
2. Nurul Wardah (11261202828)
3. Zulva Nurita Z. (11261201948)
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UIN SUSKA RIAU
T.A 2013/2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang tidak pernah berhenti melimpahkan berjuta-juta kenikmatan,
taufik, inayah serta hidayah kepada hamba-Nya. Shalawat, salam dan berkah
semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan seluruh umat Nabi Besar Rasullah
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sabahat dan siapa saja yang selalu
berusaha melaksanakan sunnahnya.
Dewasa ini terdapat berbagai masalah dalam kehidupan
sehari-hari yang sangat kompleks yang akibatnya dapat mempengaruhi psikis
ataupun fisik. Dan hubungan atau interaksi individu dengan individu yang lain
terkadang terjadi hubungan yang tidak harmonis serta menyebabkan perilaku yang
berbeda atau lazimnya disebut kelainan.
Manusia merupakan makhluk yang unik dan menarik
untuk dipelajari seluk-beluknya. Hal ini mencakup semua aspek yang membentuk
pribadi individu, baik dari segi individunya sendiri, ataupun kehidupan
sosialnya. Dalam menjalani kehidupannya manusia pasti mempunyai permasalahan dan
dari permasalahan ini harus dicari penyelesaiannya.
Permasalahan yang akan diangkat dalam makalah
ini adalah permasalahannya tentang “Gangguan Seksual”. Seksualitas merupakan
salah satu ranah yang paling pribadi dan secara umum privat dalam kehidupan individu.
Seks merupakan energi psikhis yang ikut mendorong manusia untuk bertingkah
laku. Tidak Cuma bertingkah laku di bidang seks saja, yaitu melakukan relasi
seksual atau bersenggama, akan tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan non
seksual. Sebagai energi psikis, seks merupakan motivasi atau dorongan untuk
berbuat atau bertingkah laku.
Sejak
dahulu, seksualitas merupakan
hal yang masih dianggap tabu untuk dibahas. Walaupun kemudian kita tahu bahwa seksualitas
di zaman sekarang akan selalu diidentikkan dengan pergaulan bebas, pada
dasarnya tidak semua orang memiliki pemahan yang baik seputar seksualitas,
bahkan mungkin hanya segelintir orang saja dari sekian banyak orang di dunia
ini. Padahal sama halnya dengan masalah-masalah lain dalam hidup ini, kunci
pemecahannya adalah dengan memahami hakikat masalah itu sendiri. Poin penting
ini juga berlaku bagi seksualitas, yaitu penting sekali bagi kita untuk
memahami seputas seksualitas agar dapat menyelesaikan masalah berkenaan
dengan seksualitas itu sendiri. Konsep seksualitas seseorang dipengaruhi oleh banyak
aspek dalam kehidupan,
baik aspek biologis maupun psikologis.
Seks itu adalah satu mekhanisme, dengan mana manusia
mampu mengadakan keturunan. Sebab itu, seks merupakan mekhanisme yang vital
sekali, dengan mana manusia mengabdikan jenisnya. Di samping hubungan social
biasa, di antara wanita dan pria itu bisa terjadi hubungan khusus yang sifatnya
erotis, yang disebut sebagai relasi seksual. Dengan relasi seksual ini kedua
belah pihak menghayati bentuk kenikmatan dan puncak kepuasaan seksual atau
orgasme, jika dilakukan dalam hubungan yang normal sifatnya.
Laki-laki dan wanita dewasa itu ialah mereka yang
nantinya mampu melakukan relasi seksual yang adekwat. Dengan kata-kata lain,
wanita itu disebut normal dan dewasa, bila dia mampu mengadakan relasi seksual
dengan seorang pria dalam bentuk yang normal dan bertanggung jawab. Dan
sebaliknya, seorang pria disebut normal, bila mampu mengadakan relasi seksual
dengan wanita yang sehat sifatnya.
Baik pria maupun wanita harus menyadari, bahwa
relasi seksual itu harus dilakukan dalam batas-batas norma susila, sesuai
dengan norma masyarakat dan norma agama. Oleh kedua ciri tersebut di atas,
yaitu normal dan bertanggung jawab, maka hal ini mewajibkan manusia melakukan hubungan
seks dalam satu ikatan yang teratur, yaitu dalam ikatan perkawinan yang sah.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang seluruh
pikiran, perasaan dan tindakan seksual manusia yang secara umum dianggap
abnormal dan disfungsional. Pertama, pembahsan tentang gangguan identitas gender, selanjutnya membahas
tentang parafilia dan yang terakhir
tentang disfungsi seksual serta bagaimana bentuk terapi terhadap masing-masing
gangguan tersebut.
1.2 Rumusan
Masalah
a.
Apa
itu gangguan identitas gender?
b.
Apa
itu Parafilia?
c.
Dan
apa pula yang dimaksud dengan Disfungsi seksual?
d.
Serta
bagaimana bentuk terapi terhadap masing-masing gangguan tersebut?
e. Bagaimana pandangan Islam mengenai
gangguan-gangguan tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Gangguan Identitas Gender
Rasa diri kita sebagai laki-laki
atau perempuan, identitas gender kita, tertanam sangat dalam sejak awal masa
kanak-kanak sehingga apapun stres yang dialami pada satu atau lain waktu,
sebagian besar orang tetap sangat yakin akan gender mereka.
a.
Karakteristik
Gangguan Ientitas Gender
GIG kadang disebut transeksualme, merasa bahwa jauh didalam dirinya, biasanya sejak
awal masa kanak-kanak merak adalah rang yang berjenis kelamin berbeda dengan
dirinya saat ini. Mereka tidak menyukai pakaian dan aktivitas yang sesuai
dengan jenis kelamin normal dan karakteristik jenis kelamin sekunder yang
umumnya, seperti tumbuhnya cambang pada laki-laki dan membesarnya payudara pada
perempuan, hal ini tidak membuat mereka merasa bahwa mereka adalah orang dengan
gender yang dilihat orang lain pada mereka.
Umumnya bila seorang perempuan transeksual merasa
tertarik secara seksual pada perempuan lain, ia menganggap ketertarikan
tersebut pada dasarnya heteroseksual dan juga menginginkan perempuan tersebut
tertarik padanya sebagai laki-laki. Situasi tersebut sama pada sebagian besar
laki-laki yang yakin bahwa dirinya pada dasarnya adalah seorang perempuan
(Caroll, 2000).
Yang tidak termasuk GIG adalah para penderita
skizofrenia yang terkadang mengklain diri mereka dengan jenis gender berbeda
(Manderson & Kumar, 2001), serta
hermafrodit yang disebut individu antar jenis kelamin yang memiliki organ
reproduksi perempuan dan laki-laki sekaligus.
b.
Penyebab
Gangguan Identitas Gender
ü
Faktor-faktor
biologis.
Secara spesifik, bukti menunjukkan bahwa identitas
gender dipengaruhi oleh hormon. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dari ibu
yang mengkonsumsi hormon seks selama hamil sering kali seperti lawan jenis dan
mengalami abnormalitas anatomis. Contohnya, anak-anak perempuan yang ibunya
mengonsumsi progestin sintetis yang merupakan cikal bakal hormon seks
laki-laki, untuk mencegah pendarahan rahim selama hamil, sehingga anaknya
setelah lahir akan berperilaku tomboy diusia pra sekolah.
ü
Faktor-faktor
Sosial dan Psikologis.
Hasil wawancara dengan orang tua tang anak-anaknya
menunjukkan tanda-tanda GIG berulang kali mengungkapkan bahwa mereka tidak
mencegah dan dalam banyak kasus jelas mendorong perilaku memakai pakaian lawan
jenis pada anak-anak mereka yang tidak normal. Dan bahkan mereka menganggap hal
tersebut lucu sehingga meereka mengajarinya juga cara menggunakan pakaian
tersebut serta bagiamana cara berhias.
Selain itu, para pasien laki-laki yang mengalami GIG
menuturkan bahwa mereka tidak memiliki hubungan dekat dengan ayah mereka,
sedangkan para perempuan menuturkan riwayat penyiksaan fisik atau seksual.
c.
Terapi
Gangguan Identitas Gender
Orang yang mengalami GIG yang mengakui program yang
mencakup perubahan tubuh umumnya diminta untuk menjalani psikoterapi selama 6
hingga 12 bulan dan hidup sesuai gender yang diinginkan.
ü
Perubahan
Tubuh, Contohnya, beberapa orang yang mengalami GIG dapat memilih untuk hanya
menjalani operasi kosmetik, melakukan elektrolisis untutk menghilangkan
bulu-bulu diwajah dan untuk mengecilkan pipi dan jakun atau mengkonsumsi hormon
agar tubuh mereka secara fisik lebih mendekati keyakinan mereka tentang gender
mereka.
Menurut ajaran agama islam, jelas merubah bentuk
tubuh ini dilarang dan meruapakan perbuatan dosa besar karena mengubah bentuk
ciptaan Allah. Seperti hadist Nabi riwayat Bukhari yang artinya: “ Allah mengutuk para wanita tukang tato, yang
meminta ditato, yang menghilangkan bulu muka, yang meminta dihilangkan bulu
mukanya dan para wanita yang memotong giginya yang semuanya itu dikerjakan
dengan maksud untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.”
ü
Operasi
Perubahan Kelamin, dalam operasi perubahan kelamin laki-laki ke perempuan, alat
kelamin laki-laki hampir seluruhnya dibuang dan beberapa jaringan dipertahankan
untuk membentuk vagina buatan. Minimal setahun sebelum operasi, berbagai hormon
perempuan dikonsumsi untuk memulai proses prubahan tubuh. Sedangkan proses
perubahan kelamin perempuan ke laki-laki agak lebih sulit, namun terkadang
mudah. Disatu sisi, penis yang dibuat melalui operasi berukuran kecil dan tidak
mengalami ereksi normal sehingga dibutuhkan alat bantu buatan untuk melakukan
hubungan seksual konvensional. Dan juga dilakukan operasi memperpanjang uretra
kedalam penis buatan sehingga memungkinkan orang yang bersangkutan nyaman
menggunakan toilet umum.
Namun, menurut ajaran agama islam ini sangat
dilarang. Semua orang yang terlibat dalam pergantian kelamin tersebut termasuk
Dokter nya akan mendapatkan dosa yang sama besarnya. Apalagi jika waria yang
berhasil mengganti kelaminnya menjadi perempuan yang digunakannya untuk
berhubungan seksual dengan laki-laki. Maka ia akan mendapat dosa yang besar
karena digolongkan perbuatan homoseksual. Dan status hukumnya sama dengan
perzinaan. Seperti yang dikemukakan hadis berikut:
“empat golongan yang pagi-pagi mendatangi kemarahan
Allah dan berangkat pada sore hari menemui kemurkaan-Nya. Maka saya berkata
(salah seorang sahabat bertanya): Siapakah mereka yang dimaksud itu hai
Rasulullah? Nabi menjawab: Laki-laki yang menyamakan dirinya dengan perempuan
dan perempuan yang menyamakan dirinya dengan laki-laki, serta orang yang
mengumpuli binatang dan sesama laki-laki (H.R. Al Baihaqy).”
Dan berdasarkan Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi:
“Apa-apa yang diharamkan menerimanya, diharamkan pula memberinya”. Maksudnya seorang waria diharamkan menerima
bantuan Dokter dan diharamkan pula Dokter memberikan bantuan kepada waria itu. ‘”Rela
memberikan dukungan terhadap sesuatu, berarti rela pula terhadap resiko (dosa)
yang ditimbulkan.” Maksudnya orang-orang yang mendukung termasuk memberikan
izin seperti orang tuanya, juga akan mendapatkan dosa yang besar. Jadi,
semuanya akan mendapatkan dosa besar yang sama.
Karena, menurut ajaran islam yang diperbolehkan
melakukan operasi kelamin apabila:
a.
Memiliki
organ kelamin ganda, maka untuk memperjelas identitas kelaminnya ia boleh
operasi untuk mematikan salah satu organ kelaminnya.
b.
Memilki
satu alat kelamin tetapi tidak normal, misalnya wanita yang mempunyai vagina
yang tidak berlubang. Maka ia diperbolehkan untuk operasi membuat lubang
vaginanya. Dan laki-laki yang memiliki penis namun lobangnya tidak normal, maka
ia diperbolehkan operasi untuk membuat lobang penisnya normal.
ü
Perubahan
Identitas Gender
Operasi dan pemberian hormon bukanlah satu-satunya
cara untuk menangani gangguan identitas gender. Namun dapat juga dengan
komponen kognitif, seperti fantasi. Salah satu tekhniknya adalah, jika ia
seorang laki-laki maka akan ditampilkan gambar-gambar perempuan dengan
gambar-gambar laki-laki. Pemikirannya adalah gairah seksual yang ditimbulkan
oleh gambar laki-laki akan dikondisikan secara kalsik ke gambar-gambar
perempuan dan juga dilengkapi dengan terapi aversi untuk mengurangi daya tarik
lelaki.
2.2
Parafilia
Parafilia berasal dari kata ‘para’ yaitu
penyimpangan pada apa yang membuat orang tertarik(‘philia). Jadi, parafilia
adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek
yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umunya. Fantasi,
dorongan atau perilaku harus berlangsung setidaknya selama 6 bulan dan
menyebabkan distress. Seseorang memiliki fantasi, dorongan seperti yang dimilki
orang parafilia, namun tidak didiagnosa menderita parafilia jika fantasi atau perilaku tersebut tidak berulang atau
apabila ia tidak mengalami distress karenanya. Berikut beberapa gangguan
parafilia.
1.
Fetishisme
Fetishisme mencakup ketergantungan pada benda-benda
mati untuk menimbulkan gairah seksual. Orang yang mengidap penyakit ini hampir
seluruhnya laki-laki, memiliki dorongan seksual berulang dan intens terhadap
berbagai benda mati yang disebut fetis (aksesoris perempuan). Penderita
menggunakan benda sebagai cara untuk menimbulkan gairah atau kepuasan seksual.
Benda yang umum digunakan adalah benda aksesoris wanita misalnya BH, celana
dalam, kaus kaki, sepatu, dan lain-lain. Penderita melakukan masturbasi sambil
memegang, meremas-remas atau mencium benda-benda tersebut. Bisa juga menyuruh
pasangan seksnya untuk menggunakan benda tersebut ketika melakukan hubungan
seksual.Benda-benda ini digunakan untuk membangkitkan gairah tanpa benda
tersebut penderita tidak bisa melakukan hubungan seksual.
2.
Fetishisme
Transvestik
Bila seorang laki-laki mengalami gairah seksual
dengan memakai pakaian perempuan, meskipun ia tetap merasa sebagai laki-laki.
Prakteknya bervariasi, mulai dari memakai pakaian dalam perempuan di balik pakaian
konvensional hingga memakai pakaian perempuan lengkap. Gangguan ini biasanya
diawali dengan separuh memakai pakaian lawan jenis dimasa kanak-kanak atau
remaja.
3.
Pedofilia
dan incest
Kata pedofilia berasal dari kata ‘pedos’ yang
berarti ‘anak’ dalam bahasa yunani. Pedofilia adalah orang dewasa yang
mendapatkan kepuasan seksual melalui kontak fisik dan sering kali seksual
dengan anak-anak prapubertas ataupun pascapubertas yang tidak memiliki hubungan
darah dengan mereka.pedofilia lebih banyak diidap oleh laki-laki dibandingkan
perempuan. Pedofil bisa heterokseksual aatau homoseksual. Dan beberapa tahun
terakhir, internet memiliki peran yang semakin besar dalam pedofilia. Paea
pedofil memanfaatkan internet untuk mengakses pornografi anak dan untuk
menghubungi calon-calon korbannya. (Durkin, 1997).
Para pedofil biasanya senang membelai si anak yaitu
korban pencabulannya, namun ia juga juga dapat memain-mainkan alat kelamin si
anak, mendorong si anak untuk memain-mainkan alat kelaminnya. Pencabulan ini
dapat terus berlangsung selama beberapa minggu, bulan atau tahun jika tidak
diketahui oleh orang dewasa lain atau si anak tidak memprotesnya.
Incest adalah hubungan seksual antarkerabat dekat
yang dilarang menikah. Hal ini yang sering terjadi antara saudara kandung
laki-laki dengan perempuan bahkan antara ayah dan anak perempuannya.
Contoh
kasusnya seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Fonny Dameaty Hutagalung
dan Arifin Hj Zainal yang merupakan mahasiswa Universitas Kebangsaan Malaysia
mengenai hubungan pelecehan seksual dan kepuasan kerja pada karyawan wanita di
tiga universitas negeri kawasan Lembah Klang, Malaysia. Menurut hasil penelitiannya
pelecehan seksual yang dialami
pekerja wanita di tiga universitas negeri kawasan Lembah Klang Malaysia adalah
menunjukkan tahap pelecehan seksual adalah tahap cukup sebanyak 53% dan tahap
tinggi pula sebanyak 26%. Secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukkan
telah banyak karyawan wanita sering dilecehkan secara seksual di tempat kerja.
Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi karena universitas adalah satu tempat
individu untuk menuntut ilmu pengetahuan dan seharusnya menjadi contoh yang baik
sebagai tempat kerja yang selamat namun ternyata juga tidak selamat karena
tidak bebas dari pelecehan seksual. Selanjutnya dengan hasil penelitian ini
dapat memberi penilaian yang kurang baik terhadap nama baik universitas
terlebih lagi penilaian orang luar terhadap universitas (Sabitha, 2003).
Keadaan ini terjadi mungkin
disebabkan oleh beberapa faktor seperti terdapat masalah gender yang tidak
seimbang di tempat kerja. Jumlah pekerja wanita yang semakin banyak dibanding
lelaki bisa mewujudkan suasana dan keadaan yang mendorong terjadinya pelecehan
seksual. Selanjutnya dari sudut biologi, pria dan wanita adalah berbeda, yaitu
lelaki mempunyai keadaan fisik yang lebih kuat dan lebih mudah mengalahkan dan
memperalat wanita. Hasil penelitian juga menyatakan terdapat hubungan positif
yang signifikan antara pengalaman gangguan seksual dengan tekanan kerja. Ini
berarti pekerja wanita sekiranya mengalami pelecahan seksual di tempat kerja
menyebabkan perasaan tertekan baik secara fisik, psikologis, dan emosi.
Kemudian juga perkerja wanita berumur 26 sehingga 50 tahun lebih mengalami
pelecehan seksual dibanding pekerja berumur 50 tahun ke atas. Berdasarkan hasil
juga menunjukkan tempat ke-dua tertinggi pelecehan gangguan seksual berlaku
kepada pekerja berumur di bawah 25 tahun
Hasil penelitian ini hampir sama
dengan beberapa keputusan penelitian terdahulu seperti yang diperolehi oleh
Brooks dan Perot (1991), Fitzgerald et.al (1999), Cummings (2005), dan Barak
(1999), yaitu pekerja wanita mengalami pelecehan seksual pada tahap cukup atau
sedang (moderate). Selanjutnya, juga terdapat kajian pelecehan seksual
dalam kalangan pelajar dengan dosen atau profesor. Penelitian sebelumnya
sehubungan dengan gangguan seksual di institusi pendidikan telah dilakukan oleh
cendikiawan barat seperti Pope, Levinson dan Schaver (2001), Benson dan Thomson
(2003), Cammaert (2004), McKinney et.al.(2004) telah menunjukkan masalah
pelecehan seksual antara golongan tenaga pengajar dengan pelajar. Juga terdapat
keputusan memeranjatkan dari penelitian Rubin dan Rogers (2004), yaitu sebanyak
70 % pelajar wanita mengalami pelecehan seksual dalam situasi pembelajaran di
universitas.
4.
Eksibisionisme
Eksibisionisme adalah preferensi tinggi dan berulang
untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan memamerkan alat kelamin kepada orang
yang tiak dikenal yang tidak menginginkannya, kadang kepada seorang anak. Gangguan
ini umunya muncul pada masa remaja (Murphy, 1997). Gairah seksulanya terjadi
dengan berfantasi memamerkan alat kelaminnya atau benar-benar melakukannya, dan
eksibionis melakukan masturbasi ketika berfantasi atau ketika benar-benar
memamerkannya.
5.
Voyeurisme
Voyeurisme adalah kondisi diamana seseorang memiliki
preferensi tinggi untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan melihat orang lain
yang sedang tanpa busana atau sedang melakukan hubungan seksual. Pada beberapa
laki-laki, voyeurisme adalah atu-satunya aktivitas seksual yang mereka lakukan,
pada laki-laki yang lain kebih diminati juga, namun tidak mutlak diperlukan
untuk menimbulkan gairah seksual (Kplan & Kreuger, 1997). Orgasme seorang
voyeur dicapai dengan melakukan masturbasi, baik sambil tetap lain. Dan mengintip atau setelahnya, sambil mengingat
apa yang dilihatnya. Kadang seorang voyeurisme, jarang terjadi kontak natara
orang yang diintip dan yang mengintip. Namun, voyeur sejati yang hampir selalu
laki-laki tidak akan merasa bergairah dengan melihat perempuan yang sengaja
membuka pakaiannya untuk kesenangan si voyeur.
Gangguan ini umunya berawal dimasa remaja. Ada
pemikiran merasa takut untuk melakukan hubungan seksual secara langsung dengan
orang. Dan tindakan mengintip yang mereka lakukan sebagai pemuasan pengganti
atau mengakses pornografi melalui internet.
6.
Froteurisme
Yaitu gangguan yang berkaitan dengan melakukan
sentuhan yang berorientasi seksual pada bagian tubuh seseorang yang tidak
menaruh curiga akan terjadinya hal itu. Froteur bisa menggosokkan penisnya ke
paha atau pantat seorang perempuan atau menyentuh payudara atau alat
kelaminnya. Dan tindakan ini biasanya dilakukan di tempat umu, seperti didalam
bis yang penuh penumpang atau trotoar yang penuh pejalan kaki yang memudahkan
pelaku untuk melarikan diri.
7.
Masokisme
Seksual
Karakteristik masokisme adalah preferensi kuat untuk
mendapatkan atau meningkatkan kepuasam seksual dengan menjadikan dirinya
sendiri sebagai subjek rasa sakit atau kondisi dipermalukan. Masokis dapat
terpuaskan sepenuhnya dengan membiarlan dirinya tersakiti. Beberapa masokis
adalah perempuan, survei menemukan bahwa 20 hingga 30 persen anggota klu-klub
adalah perempuan. Perwujudan masokisme seksual bervariasi. Contohnya diikat,
ditutup matanya, dipukul pantatnya atau bagian tubuh lainnya, disengat listrik,
diiris, dipermalukan. Salah satu bentuk masokisme yang sangat berbahaya adalah Hipoksifilia, yaitu menimbulkan gairah
seksual dengan mengalami kekurangan oksigen, yang dapat dicapai dengan
menggunakan tali, kantong plastik, kompresi dada atau bahan kimia yang
menyebabkan menurunnya kadar oksigen diotak untuk sementara waktu dengan
vasolidasi pembuluh darah tepi.
8.
Sadisme
Seksual
Yaitu preferensi kuat untuk mendapatka atau
meningkatkan kepuasaan seksual dengan menimbulkan rasa sakit atau penderitaan
psikologis pada orang lain. Dan para sadistis ini juga beberapa dinataranya
perempuan. Sadistis dapat memperoleh kenikmatan orgasmik sempurna dengan
menimbulkan rasa sakit pada pasangannya. Kadang-kadang, sadistis membunuh dan
memutilasi dan beberapa diantaranya termasuk penjahat seksual yang dipenjara
karena menyiksa korbannya, yang sebagian besar orang yang tidak dikenal pelaku
dan mendapatkan kepuasaan seksual dengan mekakukan hal tersebut. Mayoritas
sadistis menjalin hubungan dengan masokis untuk memperoleh kepuasan seksual
timbal balik.
9.
Bestially
Bestially adalah manusia yang suka melakukan
hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek,
anjing, kucing, dan lain sebagainya.
10. Necrophilia/Necrofil
Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks
dengan orang yang sudah menjadi mayat/orang mati. Nekrofilia
ialah fenomena melakukan hubungan seks dan menikmati orgasme dengan mayat.
Praktek nekrofili disebabkan oleh : pelakunya dihinggapi rasa inferior yang
begitu hebat karena mengalami trauma serius sehingga dia tidak berani
mengadakan relasi seks dengan seorang wanita (yang masih hidup).
Coitus dengan
mayat itu kadang – kadang dibarengi dengan pengrusakan / mutilasi terhadap
mayat, seorang nekrofili bisa membunuh seseorang untuk mendapatkan mayat, guna
dipakai sebagai partner bercoitus. Kemudian merusaknya bahkan kadang – kadang
beberapa bagian dari tubuh mayat itu dimakannya, itulah yang disebut sebagai
kanibalisme.
11. Zoophilia
Zoofilia adalah orang yang senang dan terangsang
melihat hewan melakukan hubungan seks dengan hewan. Zoofilia
ialah bentuk cinta yang sangat mesra dan abnormal sifatnya terhadap binatang.
Pelakunya biasanya juga menjalani praktek bestialitas, kepuasan seksual antara
lain berlangsung dengan jalan berikut : tidur bersama dengan binatang
kesayangannya, membelai – belai binatang, menciumi memanipulasi tubuh binatang,
kadang – kadang juga dengan jalan melihat hubungan seks pada binatang –
binatang.
12. Sodomi
Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui
dubur pasangan seks baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan
perempuan.
13. Gerontopilia
Gerontopilia adalah suatu perilaku penyimpangan
seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada
orang yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek). Keluhan awalnya
adalah merasa impoten bila menghadapi istri/suami sebagai pasangan hidupnya,
karena merasa tidak tertarik lagi. Semakin ia didesak oleh pasangannya maka ia
semakin tidak berkutik, bahkan menjadi cemas. Gairah seksualnya kepada pasangan
yang sebenarnya justru bisa bangkit lagi jika ia telah bertemu dengan idamannya
(kakek/nenek).
Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan pada
gangguan parafilia, diantaranya yaitu :
a.
Penanganan
Biologis
Kastrasi atau pemotongan testis, sangat banyak
dilakukan di Eropa Barat dua generasi lalu, yang tampak cukup efektif dalam
mengurangi insiden perilaku parafilik.
b.
Teknik
Behavioral
Dengan metode pemuasan, yaitu pasien melakukan
masturbasi dalam waktu lama, umumnya setelah ejakulasi, seraya meneriakkan
fantasinya mengenai aktifitasnya yang menyimpang. terapi aversi dan pemuasan
ini apabila dikombinasi dengan intervensi biologis lainnya seperti pelatihan
keterampilan sosial, dapat memberikan beberapa manfaat bagi pedofilia,
transvestisme, eksibionisme dan fetishisme.
c.
Hukum
Megan
Hukum ini mengizinkan masayarakat untuk menggunakan
komputer di kepolisian untuk mengetahui apakah individu/orang yang mengalami
gangguan seksual tinggal dilingkungan tempat tinggal mereka. Namun hukum ini
banyak ditentang oleh berbagai kelompok hak-hak sipil.
14. Perkosaan
Perkosaan masih termasuk kedalam parafilia. Namun,
dibidang hukum perkosaan dibagi dua kategori yaitu paksa dan secara hukum.
Perkosaan secara paksa adalah hubungan seksual dengan orang yang tidak bersedia
melakukannya. Perkosaan secara hukum adalah hubungan seksual dengan seseorang
yang berusia dibawah umur dewasa. Umur dewasa itu ditentukan oleh hukum-hukum
negara dan umumnya 18 tahun.
a.
Kejahatan
Perkosaan
Beberapa perkosaan direncanakan dan beberapa
diantaranya dianggap kejahatan yang spontan. Pemerkosaan tampaknya dimotivasi
oleh hasrat untuk mengendalikan orang lain. Meskipun banyak pemerkosaan yang
mengalami kegagalan ereksi atau gagal mencapai orgasme. Ada beberapa diantara
kasusu pemekosaan yang bersifat sadis, pemerkosaan membuat korbannya terluka
parah dan ada beberapa pemerkosaan yang samapai membunuh korbanya.
Pemerkosaan juga terjadi dalam suasana kencan, yang
disebut pemerkosaan oleh kenalan atau teman kencan, sebanyak 25% dari jumlah
perempuan AS akan diperkosa suatu saat
dalam hidup mereka ( kilpatrick & best, 1990 ) dan paling sering oleh orang
yang mereka kenal dan kemungkinan lebih dari 80% dari seluruh penyerangan
seksual tidak dilaporkan.
b.
Korban,
Serangan dan Pascakejadian
Korban pemerkosaan tidak memandang penampilan fisik
dan usia. Mereka dapat memilih seorang anak berusia 1 thn atau perempuan 80-an
korban perkosaan biasanya menjadi trauma oleh serangan tersebut, fisik maupun
mental. 2 minggu setelah diperkosa 94% perempuan menderita gangguan stres akut
dan 9 bulan kemudian 42% gangguan GSPT. Selama beberapa minggu pasca kejadian
korban merasa sangat tekang dan malu, bahkan mengalami mimpi buruk tentang
perkosaan tersebut. Akibat perkosaan tersebut perempuan bersikap negatif
terhadap seks dan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan suami atau
kekasih mereka, dan jika tidak ditangani akan menimbulkan trauma jangka panjang.
c.
Pemerkosa
Sebagaimana tertulis dalam sebuah buka klasik bahwa
perkosaan beberapa tahun lalu fakta bahwa laki-laki dengan kekuatan yang umunya
lebih besar biasanya dapat mengagahi perempuan memperkuat pandangan tentang
fungsi perkosaan dimasa lalu dan hingga saat ini masih berfungsi sebagai cara
mengendalikan dan mengintimidasi perempuan.
d.
Terapi
bagi pemerkosa dan korban perkosaan
1.
Terapi
untuk pemerkosa, yaitu dengan memantau para lelaki tersebut setelah mereka
dibebaskan dari penjara untuk mengetahui tingkat residivisme. Teknik ini
diyakini untuk mengubah sikap yang tidak benar terhadap perempuan dan untuk
meningkatkan empati terhadap korbannya.
2.
Terapi
untuk korbanya, dengan memberikan konseling pada korban dan membuka layanan telfon 24 jam yang telah
berdiri di AS, para konselor mendorong korban untuk tidak menarik diri dari
pergaulan sosial.
15. Homoseksualitas
Homoseksualitas
ialah gejala seseorang melakukan hubungan seks dengan jenis kelamin yang sama
atau rasa tertarik dan mencintai pada seks yang sama. Banyak teori yang
menjelaskan sebab – sebab dari homoseksual, antara lain :
a. Faktor
hereditas berupa ketidak imbangan hormon – hormon seks
b. Pengaruh
lingkungan yang tidak baik / tidak menguntungkan bagi perkembangan kematangan
seksual yang normal
c. Seseorang
selalu mencari kepuasaan relasi homoseks, karena ia pernah menghayati
pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada masa remaja
d. Seorang
anak laki – laki pernah mengalami pengalaman traumatis dengan ibunya, sehingga
timbul kebencian antipati terhadap ibunya dari semua wanita. Lalu muncullah
dorongan homoseks yang jadi menetap
Homoseksual pada pria bisa
berlangsung dengan jalan memanipulasikan alat kelamin partnernya dengan
memasukkan penis kedalam mulut dan menggunakan bibir, lidah untuk menggelitik.
Cara lain ialah bergantian melakukan sanggama melalui dubur atau anal erotisme,
anal erotisme disebut pula sebagai sodomi.
Menurut hukum
fiqh Jinayah, homo seksual termasuk dosa besar, karena bertentangan dengan
norma agama, norma susila, dan bertentangan pula dengan Sunnatullah dan fitrah
manusia. Sebab Allah SWT menjadikan manusia terdiri dari pria dan wanita adalah
agar berpasang-pasangan sebagai suami istri untuk mendapatkan keturunan yang
sah dan untuk memperoleh ketenangan dan kasih sayang, sebagaimana dalam
Al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 72 yang artinya:
“Allah menjadikan
bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri (jenis manusia) dan menjadikan
bagimu dari istri-istri kamu itu,
anak-anak dan cucu-cucu dan memberikan rezeki dari yang baik-baik. Mengapa
mereka percaya kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?”
16. Lesbianisme
Homoseksualitas
dikalangan wanita disebut dengan cinta yang lesbi atau lesbianisme. Memang pada
usia pubertas itu muncul predisposisi biseksual, yaitu mencintai seorang kawan
puteri sekaligus mencintai kawan seorang pria. Maka pada periode adlosence itu
predisposisi biseksual ini bisa berubah karena pengaruh stimuli hormon – hormon
yaitu biseksualitas tersebut bisa berubah jadi homoseksual atau justru berubah
menjadi heteroseksual.
Manifestasi
lesbianisme yang sangat khas ialah kedua partner wanita itu selalu berganti
perannya, yaitu secara bergantian memainkan peranan sebagai laki – laki dan
peranan wanita. Biasanya yang melakukan peranan seorang pria bersikap maskulin
aktif dan sadistis, sedangkan partnernya yang memainkan peranan wanita bersikap
pasif masokhitis feminim. Pemuasan seksual pada cinta lesbian ini biasanya
berlangsung secara oral dan melalui alat kelamin bagian luar. Namun ada kalanya
salah seorang memakai alat celana atau sabuk yang berpenis, lalu kedua partner
itu berganti – gantian memainkan peranan sebagai laki – laki.
17. Pornografi
Pornografi
adalah lektur / bacaan yang immoril berisikan gambar – gambar dan tulisan yang
asusila, yang khusus dibuat untuk merangsang nafsu seks. Tingkah laku yang
pornografis ialah tingkah laku yang abnormal yaitu bila seseorang lebih banyak
mendapatkan kepuasan seks dengan literatur dan gambar – gambar yang
pornografis, maka akan menipislah selera halus seksualnya dan menipis pula
sifat – sifat erotik yang wajar.
2.3 Disfungsi
Seksual
Masalah tersebut dikatakan
gangguan apabila masalah ini menetap dan berulang serta gangguan ini dapat
mengakibatkan ditress mendalam atau menimbulkan maslah interpersonal. Disfungsi
seksual dibagi menjadi 4 sebagai berikut:
1. Gangguan
nafsu seksual
a.
Gangguan
nafsu seksual hipoaktif (Hypoactive Sexual Desire Disorder):
yaitu Hasrat
seksual menurun/kurang. Bisa karena faktor usia, trauma atau stres. Bisa
berlangsung sementara/situational, bisa berlangsung lama dalam segala situasi.
b.
Gangguan
keegganan seksual (Sexual Aversion Disorder): Rasa takut, jijik atau cemas
yang sangat besar untuk berhubungan dengan lawan jenis. Orang tersebut bahkan
bisa merasa panik jika harus berdekatan dengan lawan jenis. Dampaknya adalah
orang ini sulit mendapat pasangan hidupnya. Kemungkinan penyebabnya yaitu adanya riwayat
trauma seksual seperti perkosaan atau pelecehan seksual dimasa kanak-kanak dan
takut terkena penyakit seksual menulat seperti AIDS.
2. Gangguan
gairah seksual
a.
Gangguan
gairah seksual perempuan (Female Sexual Atousal Disorder): Terjadi pada perempuan yang
tidak terangsang ketika melakukan hubungan seks sehingga tidak menghasilkan
lubrikasi/cairan yang cukup untuk membasahi vaginanya. Akibatnya, ketika
terjadi senggama terasa sakit dan selanjutnya perempuan itu menghindari
hubungan seks dengan pasangannya.
b.
Gangguan
ereksi laki-laki (Male Erectile Disorder): Atau IMPOTEN, yaitu laki-laki
tidak mampu ber-ereksi ketika akan berhubungan seks (Kelly, 2004). Gejalanya
bisa sementara, atau bisa permanen; bisa terhadap perempuan tertentu saja,
tetapi bisa juga terhadap semua perempuan. Penyebabnya bisa karena faktor fisik
(misalnya penyakit gula), tetapi yang lebih sering adalah karena faktor
psikologis (stres, depresi, trauma, tidak tertarik pada pasangan, dll). Dan hal
ini disebut gangguan apabila berlangsung lama dan selalu timbul setiap kali
akan berhubungan seks.
c. Nymfomania
Nymfomania ialah
gejala seksualitas dari wanita yang memiliki nafsu seksual kegila – gilaan dan
dorongan seks yang luar biasa, dan ingin melampiaskan nafsu seksnya berulang
kali tanpa terkendali.
Sebabnya
:
1. Kekurangan
kasih sayang dan kehangatan emosional pada masa kanak – kanak, sehingga wanita
tersebut selalu merasa “lapar cinta dan lapar seks”.
2. Ada
perasaan “seksual lag behind” yaitu merasa kekurangan / ketinggalan dalam pengalaman seks dimasa
remaja, yang perlu dikejar sekarang pada usia dewasa.
3. Selalu
diliputi oleh ketegangan emosional yang ingin disalurkan dalam bentuk relasi
seks tanpa terkendali.
4.
Timbul keinginan rasionil unuk dipuja –
puja dan dicintai oleh banyak pria
d.
Satyriasis
Satyriasis ialah
keinginan seks yang tidak kunjung puas dan luar biasa besarnya pada seorang
pria. Disebut pula sebagai hyperseksualitas pria. Sebabnya sama dengan
nymfomania. Sering pula satyarisis ini disertai priapisme yaitu berupa ereksi
atau ketegangan penis secara terus – menerus, yang biasanya tidak disertai
dorongan / nafsu seks. Pada umumnya masyarakat lebih bisa mentolerir
hyperseksualitas pria dengan mengecam nymfomania pada wanita. Nymfomania dan
satyriasis bisa disembuhkan (dikurangi sehingga jadi normal) dengan metode
psikoterapi yang intensif.
3. Gangguan
orgasme
a.
Gangguan
orgasme perempuan
(Female
Orgasmic Disorder): Perempuan yang tidak bisa orgasme sama sekali, atau
memerlukan waktu yang sangat lama untuk mencapai orgasme ketika berhubungan
seks. Hal ini karena gangguan fungsi faal pada organ seksual wanita dan juga
kurangnya pengetahuan tentang seks.
b.
Gangguan
orgasme pada laki-laki (Male Orgasmic Disorder) : ketidakmampuan mencapai orgasme
pada pria. Dalam keadaan normal, biasanya karena jarak waktu antara orgasme
yang lalu dan yang sekarang terlalu dekat. Penyebab yang lain seperti: takut
pasangannya hamil, menyembunyikan rasa cinta dan mengekspresikan kekasaran. Hal
ini dikatakan gangguan seksual apabila selalu tidak bisa orgasme dan sampai
mengganggu gubungan pasangan.
Ada
3 macam impotensi :
1. Impotensi organis,
jarang ditemukan. Yaitu disebabkan oleh cacat organis atau anatomi pada alat
kelamin, atau ada kerusakan pada susunan saraf pusat.
2. Impotensi fungsionil,
disebabkan oleh gangguan pada saraf oleh pemakaian obat – obatan tertentu dan
obat bius yang berlebihan. Bisa juga disebabkan oleh terlalu banyaknya kecanduan
alkohol atau oleh datangnya menopausa.. kekurangan hormon, kelelahan dan
gangguan pada kesehatan badan, misal penyakit diabetes atau penyakit gula.
3. Impotensi psikogen,
paling bayak terjadi. Disebabkan oleh gangguan psikis, gangguan emosionil (rasa
jengkel, motif balas dendam, kurang kepercayaan diri, dll).
Ada
kalanya bisa terjadi ereksi akan tetapi zakar menjadi lemas kembali setelah
mendekati vagina (lubang sanggama wanita), seperti takut pada vagina. Hal ini
disebabkan oleh adanya rasa kecemasan atau ketakutan.
Impotensi
juga bisa berlangsung karena penghinaan – penghinaan yang dilontarkan oleh
isteri sendiri atau partner seksnya, sewaktu pria tadi melakukan sanggama yang
idak memuaskan pihak wanita. Penghinaan tersebut bisa juga dilontarkan oleh
kawan – kawan lelaki, yang sering mengejek dirinya dengan “lemah syahwat”,
banci atau betina.
Impotensi
juga bisa terjadi karena adanya anggapan / perasaan / kepercayaan pada diri
pria itu, bahwa dia sungguh – sungguh lemah dan impoten. Masalah potensi dan
impotensi itu adalah masalah kepercayaan diri sendiri. Bila seorang pria secara
kontinu meragukan potensi seksualnya lambat laun dia betul – betul akan menjadi
impoten.
Kedua
peristiwa tadi yaitu impotensi dan kurang / tidak adanya kepercayaan diri itu
saling berkaitan, semakin menipis rasa kepercayaan diri semakin lemahlah
syahwatnya dan semakin impotenlah dirinya. Maka makin impoten dirinya, makin
berkurang pula rasa kepercayaan diri sehingga semakin menambah parah
impotensinya.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Gila
Bronner, Vladimer Royter, Amos D. Korzyn dan Nur Giladi pada tahun 2004 tentang
Disfungsi Seksual pada penyakit Parkinson, terdapat 65,1% laki-laki dan 37,5%
wanita yang mengalami ketidakpuasan dalam kehidupan seksualnya dan mengalami
kesulitan untuk mencapai orgasme serta merasa sakit dalm berhubungan seksual.
c.
Ejakulasi
dini (Premature Ejaculation):
Disebut juga ejakulasi dini. Baru terangsang sedikit sudah ejakulasi. Hal ini
biasanya terjadi pada remaja atau pria yang baru pertama kali akan berhubungan
seks. Jika terjadi terus-menerus pada setiap hubungan seks, dapat digolongkan
sebagai gangguan.
Bentuk impotensi
lain yang tidak terlalu parah ialah ejakulasi prematur, yaitu pembuangan sperma
yang terlalu dini / cepat. Pembuangan ini berlangsung sebelum zakar melakukan
penetrasi dalam vagina / liang sanggama atau berlangsunglah ejakulasi beberapa
detik sesudah penetrasi. Jadi ejakulasi seks itu adalah peristiwa terlampau
cepat mengeluarkan sperma pada saat dimasukkan kedalam vagina, dan si pria
tidak mampu manahan dorongan ejakulasi didalam vagina selama beberapa detik.
Pada umumnya
ejakulasi prematur disebabkan oleh rasa tidak aman dan rasa kurang kepercayaan
diri. Peristiwa ini disebabkan oleh kegagalan – kegagalan tertentu dalam
kariernya. Mungkin juga disebabkan oleh isteri yang terlalu dominan, banyak
menuntut, keras, dan suka menghina suami. Dan bisa pula disebabkan oleh rasa –
rasa berdosa / bersalah pada pihak yang bersangkutan.
d. Frigiditas
Frigiditas ialah
gejala dingin – beku secara seksual pada diri wanita, dimana wanita yang
bersangkutan kurang sekali atau justru tidak tertarik sama sekali pada masalah
seks dan relasi seks. Atau dia tidak mampu menghayati orgasme dalam coitus.
Sebabnya bermacam – macam :
1. Secara
organis : ada kelainan – kelainan pada rahim dan wanita (liang sanggama),
sehingga penderita tidak mampu melakukan coitus yang normal, dan akhirnya
menjadi beku secara seksual.
2. Relasi
sosial yang tidak mapan. Umpamanya, hubungannya dengan suami yang tidak baik,
atau dia dihinggapi rasa antipati dan androfobia (takut pada laki – laki),
sehingga tidak bisa mengadakan jalinan afeksi dengan seorang pria.
3. Sebab
psikhosa (oleh faktor psikhogen), misalnya ada rasa bersalah berdosa, rasa
cemas dan takut yang kronis, sehingga hal ini menghalang – halangi wanita tadi
untuk menjalin relasi afektif dengan seorang pria atau suaminya. Sekaligus
menghalang – halangi dirinya untuk menghayati orgasme. Juga ada rasa kekecewaan
yang sangat besar terhadap suami atau partnernya (oleh rasa tidak senang dan
tidak cinta) bisa menumbuhkan frigditas pada diri seorang wanita.
Jika
ia melakukan sanggama dengan suaminya, ia selalu dicekam oleh perasaan
“terpaksa”, sehingga relasinya sering bersifat impersonal, seakan – akan dia
melakukan sanggama dengan “benda” saja. Maka ada sobekan yang tidak terkaitkan
diantara coitus dengan kehidupan perasaanya. Diwaktu melakukan coitus itu
seakan – akan tidak ada sambungan diantara vagina dengan otak – sumber –
kesadaran dan perasaanya (bagaikan pesawat bel yang tidak mau berdering karena
ada gangguan konsleting).
Terapi penyembuhannya :
a. Menghilangkan
penyebab – penyebab yang sifanya psikologis atau psikogen.
b. Sehingga
wanita tersebut mampu menjalin relasi sosial yang wajar akrab, dan bisa
menjalin relasi cinta kasih yang sehat dengan suaminya. Terjadi perwujudan
paduan psikofisis yang harmonis, dalam wujud bersatunya jasad dan rasa dengan
suami atau partnernya.
c. Permainan
– pendahuluan perlu dilakukan dengan ras kemesraan dalam jangka waktu yang
cukup lama, sehingga pihak wanita hampir mencapai tingkat orgasme untuk
kemudian melakukan coitus sebenarnya.
d. Ada
orang yang mencoba merangsang nafsu erotik wanita dengan jalan melakukan
masturbasi, dengan menggunakan alat penggetar atau melakukan kontak oral
genital yaitu merangsang alat kelamin wanita dengan mulut (menjilat, mencium,
membelai, dll).
e. Anorgasme
Peristiwa
anorgasme ialah ejakulasi tanpa mengalami puncak kepuasan seksual atau orgasme
pada pihak pria. Namun anorgasme ini sering pula dirasakan oleh banyak wanita,
karena mereka tidak bisa mengalami orgasme persetubuhan. Biasanya penyebabnya
ialah faktor – faktor psikis yaitu oleh perasaan yang tidak mapan terhadap
suami atau partner seks.
Anorgasme
sekunder bisa terjadi disebabkan vagina menjadi terlalu longgar lebar dan
kendor, sehingga wanita yang bersangkutan tidak peka terhadap geseran dari
penetrasi zakar dan tidak bisa merasakan orgasme
4. Gangguan
nyeri seksual
a.
Dispareunia: Rasa sakit pada alat kelamin
ketika berhubungan seks. Bisa terjadi pada laki-laki, tetapi lebuh sering
terjadi pada perempuan. Penyebabnya karena penyakit atau infeksi pada alat
kelamin.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh l
´ ucia alves silva lara, rui alberto ferriani, adriana peterson mariano salata
rom˜ao, fl ´avia raquel rosa junqueira, sany rose ferrarese,alessandra ricci
manganaro, and ana carolina japur de S´a rosa-e-silva pada tahun 2010, seorang
ibu yang mengeluh
tentang rasa sakit selama hubungan seksual dan kurangnya keinginan untuk
berhubunganseksual sejak ia berusia 18 tahun, pada awal kehidupan seksnya. Dia
menderita dan menangis, dia tidak merasa gairah seksual, atau orgasme. Sehingga ia harus menjalani terapi seperti
pengobatan disfungsi seksual dan tekhnik masturbasi. Setelah 2 bulan melakukan
terapi tersebut ia merasa baikan dan ia mampu mencapai orgasme serta mampu
melakukan masturbasi. Namun ia masih mengeluh tentang nyeri berhungan seksual.
Lalu setelah ia diberi resep pelumas vagina. Setelah 6 bulan kemudian ia pun
datang dan tidak lagi mengeluh nyeri saat berhubungan seksual. Bahkan ia merasa
puas dalam hubungan seksualnya yang terjadi 3 kali/minggunya. Dan ia mengalami
orgasme selama berhubungan serta membuat vaginanya normal.
b.
Vaginismus: Terjadi pada perempuan, yaitu
otot-otot sekitar vagina tegang, kaku dan tidak mau terbuka sehingga
menyulitkan hubungan seks (Kelly, 2004). Biasanya, penyebabnya adalah
psikologis (termasuk tidak menyukai partner seks-nya).
Ada kalanya
fungsi vagina itu menjadi sangat abnormal, yaitu mengadakan kontraksi –
kontraksi (penegangan, pengejangan, pengerasan) yang menyakitkan sekali.
Kontraksi yang sangat kuat pada distal vagina menyebabkan vaginismus penuh
kesakitan, karena penis laki – laki terjepit kuat – kuat dan merasakan
kesakitan yang luar biasa bagaikan hampir lumpuh rasanya.
Pada peristiwa
lainnya yang sangat luar biasa, kontraksi dari vagina itu berlangsung begitu
hebatnya, sehinggap penis terjepit dan terperangkap. Sehingga tidak bisa keluar
dari vagina, terjadilah apa yang disebut dengan istilah penis captivus.
Peristiwa vaginismus itu bisa timbul spontan tanpa disadari.
3
macam bentuk vaginismus :
1. Vaginismus
reflektif primer, terjadi saat melakukan sanggama pertama kali
2. Vaginismus
reflektif sekunder, disebabkan kelainan somatis, pada mulanya wanita yang
bersangkutan mampu melakukan coitus biasa
3. Vaginismus
psikogen sekunder, pada awalnya wanita yang bersangkutan mampu melakukan
coitus, akan tetapi sesudah beberapa waktu lamanya timbullah gejala vaginisme,
disebabkan oleh “rasa penolakan” secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan
coitus dan ada rasa antipati terhadap partner seksnya.
Terapi
Penyembuhan :
a. Membeikan
penerangan dan penjelasan sebab – sebab terjadinya dan memberikan bimbingan
psikoterapi
b. wanita
yang bersangkutan disuruh “mengedan” untuk menghilangkan tarikan – tarikan
kekejangan dan kontraksi sewaktu pihak pria melakukan penetrasi dengan zakarnya
c. Pasien
disuruh latihan mengeluakan flatus atau udara dari perut, lalu mempergunakan
salep serta memasukkan 2 jari dan salep tadi untuk melebarkan vagina (sampai
pasien merasa sakit)
d. atau
belajar melebarkan vagina dengan menggunakan alat untuk melebarkan atau
mengembangkan.
c.
Dyspareunia
Ialah sulit
sekali melakukan sanggama atau merasa sakit pada waktu coitus. Kesakitan pada
dyspareunia ini menurut tempatnya bisa dibagikan dalam beberapa penggolongan :
1. Sewaktu
pria mengadakan pengeluaran air mani, pihak wanita merasakan kesakitan pada
lubang kamaluan
2. Karena
keluarnya lendir pelicin yang kurang, hal ini disebabkan kurang lama melakukan
permainan pendahuluan, dimuati rasa ketakutan misal takut hamil, takut kena
penyakit, takut berzina dengan laki – laki bukan suami sendiri, dll
3. Ada
rasa sakit pada pinggul bagian dalam
2.4
Teori-Teori Umum Mengenai Disfungsi Seksual
Model Teoretis Masters dan Johnson menggunakan 2
model yaitu penyebab dimasa kini dan penyebab history.
a.
Dimasa
Kini
Penyebab dimasa kini terbagi dua yaitu takut
terhadap performa dan mengambil peran pengamat. Takut pada performa merujuk
kondisi dimana seseorang memiliki kekhawatiran berlebihan mengenai bagaimana ia
akan berperforma selama berhubungan seksual. Peran pengamat merujuk pada
seseorang yang menjadi pengamat dan bukannya sebagai peserta dalam pengalaman
seksual.
b.
Penyebab
History
1.
Kekolotan
dalam beragama
2.
Trauma
psikoseksual
3.
Kecenderungan
homoseksual
4.
Konseling
yang tidak adekuat
5.
Konsumsi
alkohol yang berlebihan
6.
Penyebab
biologis
7.
Faktor-faktor
sosiokultural
2.5
Terapi Disfungsi Seksual
Ada
bebeapa tekhnik terapi yang dipelopori oleh Masters dan Johnson (1970)
diantaranya yaitu:
a.
Mengurangi
kecemasan
b.
Masturbasi
Terarah
c.
Prosedur untuk
mengubah sikap dan pikiran
d.
Pelatihan
keterampilan dan komunikasi
e.
Terapi pasangan
f.
Tekhnik dan
perspektif psikodinamika
g.
Prosedur medis
dan fisiologis
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Istilah “seksual” masih sering
dianggap sebagai kata yang sifatnya tabu untuk diperbincangkan. Akibatnya
beberapa orang mencari tahu tentang apa itu seksual dengan cara yang tidak
semestinya. Yang kita sebut dengan abnormalitas seksual atau gangguan
seksual.
Berdasarkan pembahasan pada BAB
II, dapat disimpulakn bahwa seksualitas seorang atau individu dipengaruhi oleh
banyak aspek dalam kehidupan baik itu aspek biologis maupun psikologis. Selain
itu, ternyata terdapat beberapa jenis perilaku seksual abnormal seperti Gangguan identitas gender, parafilia dan disfungsi seksual yang semuanya penting untuk diketahui dan dipelajari
sebagai cabang dari ilmu psikologi. Dan
semua perilaku seksual yang abnormal tersebut dapat dikatakan sebagai gangguan
apabila terjadi secara berulang minimal selama 6 bulan.
Dan juga, pada BAB II telah
dibahas mengenai karakteristik berbagai gangguan, apa saja yang menyebabkan
gangguan tersebut terjadi dan bagaimana cara terapi agar rang-rang yang
mengalami gangguan tersebut bisa normal kembali.
Namun tidak bisa juga hanya
mengandalkan terapi-terapi yang digunakan untuk menyembuhkan pasien, akan
tetapi individu yang bersangkutan juga sangat berperan. Misalnya, seberapa
besar keinginan dari dalam diri pasien untuk merubah perilaku seksual yang
menyimpang, motivasi yang dimiliki oleh pasien, sikap individu yang
bersangkutan terhadap tingkah laku seksual yang menyimpang, ini juga tergantung
pada struktur kepribadian individu yang bersangkutan, dan usia pasien itu
sendiri (jika usia pasien sudah tua, maka akan semakin sulit untuk
penyembuhannya).
Selain itu, terapi-terapi yang
digunakan untuk menyembuhkan orang-orang yang mengalami gangguan tersebut ada
beberapa yang tidak sesuai dengan ajaran agama islam. Seperti operasi perubahan
bentuk tubuh dan operasi mengubah kelamin. Hal ini jelas sangat bertentangan
dengan islam dan semua orang yang terlibat didalamnya akan mendapatkan dosa
yang sama besarnya.
3.2 Saran
Sebagai
manusia yang normal, untuk mencegah agar tidak mengalami gangguan seksual
sebaiknya kita lebih memperkuat ibadah kita. Agar kita senantiasa bersyukur
atas nikmat yang telah diberikan, bahwa kita diciptakan sebagai manusia yang
sempurna. Dan jalani hidup kita sebagaimana yang telah ditakdirkan Tuhan kepada
kita. Jika seorang laki-laki, maka jalanilah hidup layaknya seorang lelaki. Dan
jika perempuan, jalanilah hidup layaknya seorang perempuan. Dan tidak mendustai
kodratnya sebagai lelaki atau perempuan.
Dengan
memperkuat ibadah, dan mendalami ilmu agama maka kita akan dapat mengetahui
bahwa perbuatan seperti ganguan-gangguan seksual tersebut merupakan perbuatan
yang salah dan berdosa besar. Terutama didalam agama islam, bahwa
perbuatan-perbuatan tersebut termasuk zina dan zina itu merupakan perbuatan
yang akan mengakibat dosa yang besar.
Selain itu,
kita juga perlu memiliki ilmu pengetahuan tentang seksualitas, agar kita tidak
mengalami gangguan-gangguan seperti yang telah dibahas pada BAB II. Dan apabila
da yang mengalami gangguan, setidaknya kita memiliki pengetahuan untuk
membantunya agar menjadi normal atau membawanya ke pada psikolog agar diterapi
menjadi normal kembali.
Terutama untuk mahasiswa Fakultas Psikologi, pembahasan tentang seksualitas ini
memang sebaiknya dipelajari dengan anggapan pengetahuan tentang dunia
seksualitas ini merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Pembahasan
mengenai seksualitas ini diharapkan tidak lagi menjadi
hal yang tabu untuk diperbincangkan, tetapi dapat menjadi sarana untuk menambah
ilmu penegtahuan dan mencegah terjadinya hal-hal negatif yang berhubungan
dengan seksualitas. Sebagai mahasiswa yang
mendalami ilmu Psikologi, sudah seharusnya kita memahami tentang dunia
seksualitas sebagai bagian dari ilmu penting dalam kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Geral
C. Davison, John M. Neale, Ann M. Kring;penerjemah, Noermalasari Fajar.2010.
Psikologi Abnormal edisi 9 cet. ke- 2. jakarta: rajawali Pers.
Mahjudin,
Haji. 2003. Masailul Fiqhiyah Berbagai
Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini.Jakarta: Kalam Mulia
Rasjid,
Haji Sulaiman. 2006. Fiqh Islam (Hukum
Fiqh Lengkap). Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
Zuhdi,
Haji Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah.
Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
Kartono
Kartini DRA. 1985. Psikologi Abnormal
& Pathologi Seks. Bandung. Alumni.
Maslim
Rusdi Dr. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa,
Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atma Jaya, Kompleks RS Atma Jaya, Gedung Damian, Lantai V – 506 Jalan Pluit
Raya 2.
senin, 24 maret 20014. 18:32
Senin, 24 Maret 2014, 18:33
Senin, 24 Maret 2014, 18:36
Senin, 24 Maret 2014, 18:36
Psikologia-online, 2012, Vol. 7, No. 1,
hal. 1-13. Hubungan antara pelecehan seksual dengan kepuasan kerja dan tekanan kerja
pada karyawan wanita di tiga universitas negeri kawasan Lembah Klang, Malaysia.
Jurnal Teknologi. Vol. 34, Hal 51-64. 2001.
Gangguan Seksual di tempat Kerjaan dan Hubungannya dengan Tekanan kerja dan
Kepuasan Kerja.
Archives of sexual Behavior, vol.31, No. 5,
oktober 2002. Hal 425-429. The Female sexual pain disorders: Genital Pain or
Sexual Dysfunction?
Peer Reviewed, Open Access, Free Published
Quarterly Mangalore, South India Volume 8, Issue 2; Apr-Jun 2009. Etiology and Management of Sexual Dysfunction
:: Sexual Dysfunction: Part II
Journal of sex & Marital Therapy. Vol. 36, hal 166-172. 2010. Sexual
Dysfunction treatment in a patient with Mullerian Agenesy Submi. tted to
Neovaginoplasty: A Case Report.
Journal of sex & Marital Therapy. Vol. 31, hal 329-340. 2005. Physiotherapy
Treatment of sexual Paint Disorders.
Journal
of Sex & Marital Therapy,
30:95–105, 2004. Sexual Dysfunction in
Parkinson’s Disease
Journal of Sexual Medicine. Vol. 1,
No. 1, 2004. Epidemiology/Risk Factors
of Sexual Dysfunction.
Posting Komentar