nurul wardah

1.    Kehendak Buta
Filsafat Arthur Schopenhauer adalah seorang filsuf Jerman yang melanjutkan tradisi filsafat pasca-Kant. Schopenhauer lahir di Danzig pada tahun 1788. Ia menempuh pendidikan di Jerman, Perancis, dan Inggris.Ia mempelajari filsafat di Universitas Berlin dan mendapat gelar doktor di Universitas Jena pada tahun 1813. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Frankfurt, dan meninggal dunia di sana pada tahun 1860.
Filsafat Arthur Schopenhaue berpendapat kehendak buta itu terdiri dari: Kehendak untuk hidup, kehendak untuk reproduksi, kehendak sebagai kejahatan, kebijaksanaan hidup, kebijaksanaan dari kematian dan tragedi perempuan.

a.    Kehendak hidup
Kesadaran dan intelek pada dasarnya hanya merupakan permukaan jiwa kita. Di bawah intelek terdapat kehendak yang tidak sadar, suatu daya atau kekuatan hidup yang abadi, suatu kehendak dari keinginan yang kuat. Intelek kadang-kadang memang mengendalikan kehendak, tetapi hanya sebagai pembantu.
              Intelek dirancang untuk mengetahui hal – hal yang bersangkut –paut dengan kehendak. Kehendak adalah satu-satunya unsur yang permanen di dalam jiwa. Kehendak merupakan pemersatu kesadaran, ide-ide dan pemikiran-pemikiran, serta mengikatnya dalam satu kesatuan yang harmonis. Kehendak adalah pusat organ pikiran. Gerakkan tubuh merupakan objektifitas dari tindakkan kehendak.

b.    Kehendak untuk reproduksi
Setiap organisme normal pada saat mencapai tingkat dewasa, segera mengorbankan dirinya untuk menjalankan tugas reproduksi. Reproduksi adalah tujuan utama dan naluri yang paling kuat dari setiap organisme, karena dengan cara itu kehendak menaklukan kematian.

            c. Kehendak sebagai kejahatan
Jika dunia merupakan kehendak maka dunia adalah dunia. penderitaan. Alasannya, kehendak mengisyaratkan keinginan, dan apa yang diinginkan selalu lebih besar dan lebih banyak dari pada apa yang diperoleh. Keinginan selalu tidak berhingga, sedangkan pemenuhannya selalu terbatas. Hidup adalah kejahatan karena segera setelah keinginan dan penderitaan hilang dari manusia, maka kebosanan menggantikan tempat keinginan dan penderitaan.Bertambahnya pengetahuan bukan berarti bebas dari penderitaan , melainkan justru memperbesar penderitaan.

d.    Kebijaksanaan hidup
             Filsafat
                         Menurut  pandangan filsafat Kehidupan yang sepnuhnya dicurahkan untuk mengejar kekayaan pada prinsipnya adalah kehidupan yang tidak berguna, kecuali kita tahu bagaimana kekayaan itu diubah menjadi kenikmataan.
Jenius
                         Jenius adalah bentuk tertinggi dari pengetahuan yang tidak banyak unsure kehendaknya. Jenisu adalah objektifitas yang paling lengkap. Jenius adalah daya atau kekuatan yang meninggalkan kepentingannya sendiri, menghapus keinginan dan tujuannya sendiri, menunda kepribadiannya untuk sementara waktu sehingga bisa menjadi subjek yang sungguh-sungguh bisa mengetahui, dan visinya tentang dunia jelas.
Manusia jenius mempunyai kompensasi, kepuasan yang diperoleh dari semua keindahan, hiburan yang didapatkan dari seni, dan antuisme dari seniaman, semua itu membuat ia lupa pada susahnya kehidupan. Itu semua adalah bayaran untuk jernihnya kesadaran dan untuk kesendirinya yang hening di antara berbagai ras manusia bermacam-macam.
            Seni
                        Objek seni adalah hal partikuler, yang berisi sesuatu yang universal. seni lebih agung dari ilmu karena ilmu dijalankan dengan akumulasi dan penalaran yang kerasa dan hati-hati, sedangkan seni mencapai tujuannya lewat intuisi dan presntasi. Ilmu berdampingan dengan bakat, seni berdampingkan dengan jenius.
           Agama
Pada mulanya agama digambarakan sebagai metafisik dari manusia-manusia yang bergerombol. Tetapi, kemudian dilihat makna yang terkandung di dalam praktek-praktek dan dogma-dogma agama.

e.    Kebijaksanaan dari kematian dan tragedi perempuan
             Hidup membawa individu pada kematian, tetapi hidup pun akan menghidupi anak cucu itu, atau anak cucu individu-individu lain. satu-satunya penaklukan akhir dan radikal atas kehendak adalah menghentikan sumber kehidupan, yakni kehendak untuk reproduksi.
                           yang terutama melakukan kejahatan itu adalah perempuan. Karena ketika pengetahuan telah sampai pada tiadanya kehendak, pesona yang bodoh dari perempuan yang menggoda lagi laki-laki untuk beranak pinak. Anak-anak muda tidak cukup cerdas untuk melihat betapa singkatnya pesona perempuan tersebut, dan ketika akal sehat mulai berfungsi lagi, ia sudah lama terperosok.
             Oleh sebab itu, semakin kurang kita berhubungan dengan perempuan, semakin baiklah hidup kita. Hidup terasa lebih aman, lebih menyenangkan lebih halus tanpa perempuan. Biarkan para lelaki memahami jerat yang dipasang pada kecantikan perempuan.

2.    Kehendak untuk berkuasa dan Manusia Unggul
             Menurut Friedrich Niettzsche, Manusia Unggul adalah manusia yang telah mengatasi dirinya. Manusia yang membiarkan dirinya teresapi Kehendak untuk Berkuasa. Manusia yang menjadi tuan bagi dirinya sendiri. Manusia yang mengamini kehidupan dengan segala kebaikan dan keburukannya. Manusia yang terus menegaskan perulangan abadi dan telah membebaskan dirinya dari segala bentuk fiksasi nilai.
            Calon manusia unggul membutuhkan peningkatan kecerdasan dari segala bidang. Energi, intelek, dan kehormatan/kebanggan diri ini yang membuat Manusia Unggul.
Hal yang baik yang dimiliki manusia unggul adalah :

1. Mendisiplinkan diri
2. Berbuat keras terhadap diri sendiri
3. Manusia yang tidak ingin jadi komponen masa
4. Berhentilah memanjakan diri sendiri
5. Harus mempunyai tujuan yang baik.

Manusia Unggul tidak lahir oleh alam, melainkan proses biologi yang tidak adil terhadap individu-individu yang luar biasa. Alam sangat kejam pada produknya yang paling baik, alam lebih mencintai dan melindungi manusia yang sedang-sedang saja. Manusia Unggul dapat hidup dan bertahan hanya melalui seleksi manusia, melalui perbaikan kecerdasan dan pendidikan yang meningkatkan derajat dan keagungan individu-individu.


Referensi

http://www. Psychologi Expo /kehendak-buta-filsafat-arthur.html
http://plato.stanford.edu/entries/schopenhauer/
0 Responses

Posting Komentar