Pada
awalnya pelaksanaan konseling hanya dilakukan secara perorangan/individual di
mana seorang konselor berhadapan dengan seorang klien di setiap sesi konseling
untuk bersama-sama mengatasi masalah klien. Perkembangan dan kemajuan konseling
yang terus-menerus akhirnya melahirkan konsep-konsep terbaru yang inovatif dan
mendorong ahli konseling untuk menciptakan metode lain yang lebih efektif.
Salah satunya adalah mengembangkan bentuk konseling kelompok.
Dengan demikian, apabila ditinjau
dari jumlah klien, maka konseling dapat dibedakan menjadi:
1. Konseling individual yaitu
konseling yang dikhususkan pada satu orang klien.
2.
Konseling
kelompok yaitu konseling yang diberikan pada beberapa orang klien.
A.
SEKILAS
KONSELING KELOMPOK
Winkel menjelaskan konseling
kelompok merupakan pelaksanaan proses konseling yang dilakukan antara seorang
konselor profesional dan beberapa klien sekaligus dalam kelompok kecil.
Sementara itu menurut Gazda konseling kelompok merupakan hubungan antara beberapa
konselor dan beberapa klien yang berfokus pada pemikiran dan tingkah laku yang
disadari.
Ada beberapa penanganan masalah
yang menerapkan konsep konseling kelompok dalam praktiknya, antara lain seperti
psikoterapi kelompok, kelompok latihan dan pengembangan, diskusi kelompok
terfokus (FGD) dan Self-help. Latipun
menguraikannya sebagai berikut:
1.
Psikoterapi
kelompok. yaitu penanganan pada klien yang memiliki disfungsi kepribadian dan
interpersonal dengan menggunakan interaksi emosional dalam kelompok kecil.
2.
Kelompok
latihan dan pengembangan, yaitu pelatihan bagi sekelompok orang yang ingin
meningkatkan kemampuan dan keterampilan tertentu yang bertujuan untuk mencegah
munculnya hambatan jika hal tersebut benar-benar terjadi. Misalnya: Pelatihan
menghadapi pensiun.
3.
Diskusi
kelompok terfokus merupakan bentuk kegiatan diskusi mengenai topik-topik khusus
yang telah disepakati bersama dan dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung
dalam peserta diskusi.
4.
Self-help
adalah forum kelompok yang dibentuk dan dijalankan oleh beberapa orang (sekitar
4-8 orang) yang mengalami masalah yang sama. Self-help dimanfaatkan sebagai
sarana untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman mengarasi masalah yang
dihadapi serta mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal.
B.
PENGERTIAN KONSELING
Kata konseling (counseling) berasal
dari kata counsel dari bahasa latin counselium artinya “bersama” atau “bicara
bersama”. “Berbicara bersama-sama adalah pembicaraan konselor (counselor)
dengan seorang atau beberapa klien (counselor). Counselium berarti “people
coming together to gain an understanding of problem that beset them were
evident”
menurut Popinsky & Pepinsky,
konseling adalah interaksi antara dua orang individu yaitu konselor dan klien.
Interaksi yang terjadi dalam suasana yang profesional, dilakukan dan dijaga
sebagai alat untuk memudahkan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.
Pietrofesa mengemukakan seseorang
profesional berusaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman dirinya (self-understanding),
membuat keputusan dan pemecahan masalah.Menurut Berdnard & Fullner,
konseling meliputi mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi membantu
individu yang bersangkutan untuk mengepresikan hal tersebut.Menurut Carl Rogers
konseling merupakan hubungan terapis dengan klien yang bertujuan untuk
melakukan perubahan diri (self) pada pihak klien.
Menurut Cormier dkk “Counseling is the helping which include (a) someone
seeking help, (b) someone willing to give help who is capble of, or trained to
help in a setting that permit's help to be given and received”
Menurut Smith, koseling adalah suatu
proses dimana konselor membantu konseli membuat inteprestasi-inteprestasi
tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuain
yang perlu dibuat.
Menurut Devision of Counseling
Psychology. Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi
hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan mencapai perkembangan kemampuan
probadi dimilikinya secara optimal.
Dari penjelasan Stefflre dan Grant, konseling setidaknya menekankan empat
hal yaitu:
- Konseling sebagai proses.
- Konseling sebagai hubungan spesifik.
- Konseling adalah membantu klien.
- Konseling untuk mencapai tujuan hidup.
Psikologi konseling bermaksud konseling
berupa bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu yang mengalami
masalah melalui pendekatan psikologi.
Beberapa
kesalahan pengertian konseling:
- Konseling sebagai usaha pemberian nasehat.
- Konseling sebagai pemberian informasi.
- Konseling menciptakan ketergantungan kepada konselor.
- Konseling mempengaruhi klien.
- Konseling harus netral nilai.
- Konseling sama dengan intervin.
Menurut Williamson, tujuan konseling adalah mencapai tingkat excellence
dalam segala aspek kehidupan klien dengan membantu atau memberi kemudahan dalam
proses perkembangan individu klien.Kumboltz menjelaskan bahwa tujuan konseling
adalah membantu klien belajar membuat keputusan adalah membantu klien belajar
membantu keputusan-keputusan dan memecahkan problem-problemnya.Williamson
mengkaitkan tujuan konseling dengan tujuan pendidikan sehingga menurutnya
tujuan koseling adalah sama dengan tujuan pendidikan sebab konseling itu sama
dengan pendidikan (counseling as education) yaitu perkembangan yang optimum dari
individu sebagai pribadi yang utuh dan bukan semata-mata ditujukan pada
kemampuan intelektual = membantu individu-individu agar mampu membangun kehidupan
mereka secara keseluruhan
Indifidu indifidu yang menempati wilayah
tertentu merupakan suatu perkumpulan atau disebut dengan kelompok. Dengan
demikian, kehidupan individu itu tidak terlepas dari kelompok, baik kelompok
kecil seperti keluarga atau kelompok kerja, maupun kehidupan kelompok besar
seperti masarakat, bangsa dan lain sebagainya.
Menurut hernett smith, kelompok adalah
suatu unit yang terdapat beberapa indifidu yang mempunyai kemampuan untuk
berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar kesatuan persepsi.
Dari
pengertian tersebut, secara singkat dapat di artikan bahwa kelompok
merupakan kumpulan dari orang orang yang mengadakan interaksi dengan sesamanya
secara lebih sering dari pada mereka yang mengadakan interaksi perorangan. Jadi
dalam setiap kelompok masing masing individu mempunyai sikap dan tingkah laku
yang sama dengan anggota kelompok yang lain. Sehingga semua kelompok memiliki
sikap dan tingkah laku yang seragam.
Dari utayan
tersebut dapat di peroleh pemahaman bakwa kelompok merupakan kumpulan individu
yang mengadakan interaksi secara mendalam antara satu sama lain.mereka memiliki
kesatuan persepsi untuk bertingkah laku di luar maupun luar kumpulan
mereka.
C.
KLIEN
DALAM KONSELING KELOMPOK
Ada berbagai macam tipe klien
yang terdapat dalam konseling kelompok. Menurut Shertzer & Stone
karakteristik klien yang cocok mengikuti konseling kelompok adalah:
1.
Klien
yang merasa bahwa mereka perlu berbagai sesuatu dengan orang lain dimana mereka
dapat membicarakan tentang kebimbangan, nilai hidup dan masalah yang dihadapi.
2.
Klien
yang memerlukan dukungan dari teman senasib sehingga dapat saling mengerti.
3.
Klien
yang membutuhkan pengalaman dari orang lain untuk memahami dan memotivasi diri.
Selain
karakteristik klien tersebut, keefektifan layanan konseling kelompok juga
dipengaruhi oleh bagaimana anggota kelompok menciptakan situasi konseling yang
saling mendukung. Suasana tersebut natara lain:
1. Terjadinya interaksi yang
dinamis.
2. Keterikatan emosional.
3. Adanya sikap penerimaan antara
sesama anggota.
4. Altruistik, yaitu mengutamakan
kepedulian terhadap orang lain.
5.
Dapat
menambah ilmu dan wawasan anggota kelompok serta menumbuhkan ide-ide mengatasi
masalah.
6.
Setiap
anggota dapat melakukan katarsis (menyatakan emosi yang mengarah pada
pengungkapan maslaah sebenarnya).
7.
Setiap
anggota dapat berempati satu sama lain.
Oleh karena itu, peran serta
seluruh anggota kelompok sangat diperlukan untuk mewujudkan situasi konseling
yang saling membangun, mendukung dan harmonis. Adapun peran serta anggota
konseling kelompok yaitu:
1.
Berperan
aktif yang ditunjukkan melalui sikap 3M (mendengar dengan aktif, memahami
dengan positif dan merespon dengan tepat).
2.
Bersedia
berbagai pendapat, ide dan pengalaman.
3.
Dapat
menganalisis.
4.
Aktif
membina keakraban dan menjalin ikatan emosional.
5.
Dapat
mematuhi etika kelompok.
6.
Dapat
menjaga kerahasiaan, perasaan dan bersedia membantu anggota kelompok.
7.
Membina
kelompok dengan tujuan mencapai keberhasilan kegiatan kelompok.
D.
KONSELOR
DALAM KONSELING KELOMPOK
Capuzzi dan Gross mengatakan bahwa tugas konselor
adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan arahan. Uraiannya
sebagai berikut:
1.
Pemeliharaan
(providing)
Konselor
berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk tetap menjaga dan
memelihara hubungan yang baik dengan klien.
2.
Pemrosesan
(processing)
Konselor
berperan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang terdapat dalam proses
konseling yang meliputi eksplanasi, klarifikasi, interpretasi dan memberikan
kerangka kerja untuk perubahan atau menuangkan gagasan kepada anggota kelompok.
3.
Penyaluran
(catalyzing)
Konselor
berperan mendorong terbentuknya interaksi positif dengan sesama anggota
kelompok melalui pengalaman terstruktur dan pemberian model.
4.
Pengarahan
(direcying)
Pengarahan
di sini dimaksudkan bahwa konselor mengarahkan proses konseling seperti dalam
hal membatasi topik, mengarahkan peran anggota kelompok, mengarahkan norma dan
tujuan kelompok, pengaturan waktu, langkah-langkah yang diambil, menghentikan
proses konseling, menengahi perselisihan anggota dan menegaskan prosedur.
E.
TUJUAN
DALAM KONSELING KELOMPOK
Adapun tujuan konseling kelompok
menurut Bariyyah adalah:
1.
Membantu
individu mencapai perkembangan yang optimal.
2.
Berperan
mendorong munculnya motivasi kepada klien untuk merubah perilakunya dengan
memanfaatkan potensi yang dimilikinya.
3.
Klien
dapat mengatasi masalahnya lebih cepat dan tidak menimbulkan gangguan emosi.
4.
Menciptakan
dinamika sosial yang berkembang intensif.
5.
Mengembangkan
keterampilan komunkasi dan interaksi sosial yang baik dan sehat.
Sementara
itu Wiener mengatakan bahwa tujuan dari konseling adalah sebagai media terapoutik bagi klien, karena dapat meningkatkan
pemahaman diri dan berguna untuk perubahan tingkah laku secara individual.
Ada
beberapa kelebihan atau keuntungan yang dapat diperoleh klien melalui konseling
kelompok seperti yang dikemukakan Hough berikut ini:
1. Konseling kelompok menerapkan
pendekatan yang menjalin hubungan perasaan sebagai sebuah kelompok dalam
masyarakat yang sudah saling terasing dan tidak memiliki aturan yang jelas.
2.
Kelompok
juga saling memberikan dukungan dalam menghadapi maslaah yang dihadapi setiap
orang.
3.
Kelompok
dapat memberikan kesempatan untuk belajar antara satu sama lain.
4.
Kelompok
dapat menjadi motivator bagi masing-masing klien.
5.
Kelompok
dapat menjadi tempat yang baik untuk menguji dan mencoba perilaku yang baru.
6.
Kelompok
menanamnkan perasaan tenteram kepada anggotanya karena mereka bebas dapat
berbicara dengan orang yang tidak akan menertawakn atau merendahkan mereka
karena masing-masing memiliki masalah.
7.
Anggota-anggota
kelompok yang ada dapat saling membantu dengan menjadi buddy (Pasangan yang selalu dapat memberikan pertolongan dan
bersedia membantu) dan juga dapat menjadi mentor kepada anggota kelompok yang
lain.
F.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KONSELING KELOMPOK
Untuk mencapai tujuan dalam
konseling kelompok, maka konselor perlu memerhatikan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi keberhasilan proses konseling. Beikut faktor-faktornya:
1.
Membina
Harapan
Harapan
akan menimbilkan perasaan optimis pada diri klien untuk dapat menyelesaikan
masalahnya.
2.
Universalitas
Universalitas
akan mengurangi tingkat kecemasan klien karena mengetahui bahwa bukan hanya
dirinya yang memiliki masalah. Teman-teman satu kelompoknya juga memiliki
masalah walaupun dalam dimensi yang berbeda.
3.
Pemberian
Informasi
Informasi
dapat diperoleh melalui pimpinan kelompok (konselor) maupun dari anggota
kelompok lain.
4.
Altruisme
Altruisme
mengacu kepada proses memberi dan menerima. Klien yang merasa bahwa kelompoknya
telah memberikan banyak masukan dan kebaikan pada dirinya selama menjalani
proses konseling, akan melakukan hal yang sama terhadap anggota kelompoknya.
5.
Pengulangan
korektif keluarga primer
Pengulangan
korektif keluarga primer dimaksudkan untuk menjalin kedekatan emosional
antar-anggota dan konselor.
6.
Pengembangan
teknik sosialisasi
Teknik
sosialisasi berhubungan dengan cara anggota kelompok menjalin hubungan
interpersonal.
7.
Peniruan
tingkah laku
Peniruan
tingkah laku diperoleh dari pengalaman atau hasil identifikasi anggota kelompok
yang dirasakan layak untuk ditiru.
8.
Belajar
menjalin hubungan interpersonal
Anggota
kelompok diharapkan dapat saling belajar menjalin hubungan interpersonal dengan
kelompoknya.
9.
Kohesivitas
kelompok
Kohesivitas
tidak terjadi begitu saja. Ada bentuk
penerimaan yang hangat dari masing-masing anggota serta keinginan untuk
terus-menerus menjalin hubungan interpersonal yang akrab.
10. Katarsis
Anggota
kelompok diharapkan dapat melepaskan katarsis yang dimilikinya melalui
pengungkapan perasaan baik secara positif maupun negatif.
11. Faktor-faktor eksistensial
Faktor-faktor
eksistensial perlu dibicarakan dan menjadi bahan diskusi bagi anggota kelompok.
Dengan mengetahui faktor yang
telah dijelaskan di atas maka konselor dapat menyelaraskannya dengan tujuan
yang ingin dicapai dalam konseling kelompok.
G.
STRUKTUR
KONSELING KELOMPOK
Untuk melaksanakan konseling
kelompok, konselor harus memerhatikan struktur yang tepat dan sesuai dengan
klien. Berikut penjelasannya:
1.
Jumlah
Anggota Kelompok
Jumlah keanggotaan pada konseling kelompok terdiri
dari empat sampai 12 orang klien, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa
apabila jumlah anggota kelompok kurang dari empat orang dinamika kelompok
menjadi kurang hidup, sebaliknya bila anggota kelompok lebih dari 12 orang,
maka konselor akan kewalahan mengelola kelompok karena jumlah anggota kelompok
terlalu besar.
2.
Homogenitas
Kelompok
Beberapa konseling kelompok memandang bahwa
homogenitas kelompok dilihat berdasarkan jenis kelamin klien yang sama, jenis
masalah yang sama, dan kelompok usia yang sama. Tetapi pada saat yang berbeda
seorang konselor dalam konseling kelompok dapat saja menetapkan bahwa
homogenitas klien hanya dilihat dari masalah atau gangguan yang dihadapi.
3.
Sifat
kelompok
a.
Sifat
Terbuka
Karena
pada kelompok ini dapat menerima kehadiran anggota baru setiap saat sampai
batas yang telah ditentukan.
b.
Sifat
Tertutup
Konselor
tidak memungkin masuknya klien baru untuk tergabung dalam kelompok yang telah
terbentuk.
4.
Waktu
Pelaksanaan
Batas akhir pelaksanaan konseling
kelompok sangat ditentukan seberapa besar permasalahan yang dihadapi kelompok.
Biasanya masalah yang tidak terlalu kompleks membutuhkan waktu penanganan yang
lebih cepat bila dibandingkan dengan masalah yang kompleks dan rumit.
H.
TAHAPAN
KONSELING KELOMPOK
Corey dan Yalom membagi tahapan
konseling menjadi enam bagian, yaitu:
1.
Prakonseling
Tahap
prakonseling dianggap sebagai tahap persiapan pembentukan kelompok.
2.
Tahap
Permulaan
Tahap
ini ditandai dengan dibentuknya struktur kelompok. Manfaatnya agar anggota
kelompok dapat memahami aturan yang ada dalam kelompok.
3.
Tahap
Transisi
Tahap
ini disebut Prayitno sebagai tahap peralihan. Hal umum yang sering kali muncul
pada tahap ini adalah terjadinya suasana ketidakseimbangan dalam diri
masing-masing anggota kelompok.
4.
Tahap
Kerja
Prayitno
menyebut tahap ini sebagai tahap kegiatan. Tahap ini dilakukan setelah
permasalahan anggota kelompok diketahui penyebabnya sehingga konselor dapat
melakukan langkah selanjutnya yaitu menyusun rencana tindakan.
5.
Tahap
Akhir
Tahap
ini adalah tahapan dimana anggota kelompok mulai mencoba perilaku baru yang
telah mereka pelajari dan dapatkan dari kelompok.
6.
Pasca
Konseling
Jiika
proses konseling telah berakhir, sebaiknya konselor menetapkan adanya evaluasi
sebagai bentuk tindak lanjut dari konseling kelompok.
I.
INTERAKSI
DALAM KONSELING KELOMPOK
Interaksi dapat berlangsung
positif apabila pada interaksi kelompok tersebut terjadi kohesivitas, saling
memberi umpan balik dan terjalin kedekatan emosional antar-anggota.
Sebaliknya, interaksi dapat
berlangsung negatif apabila pada interaksi terjadi hal-hal seperti yang
dikemukakan oleh Latipun (2001) berikut:
1.
Konflik,
yaitu terjadinya pertentangan antar-anggota kelompok yang dapat disebabkan
karena ketidaksiapan menerima umpan balik, atau umpan balik disampaikan secara
negatif.
2.
Kecemasan,
kecemasan ini kemungkinan disebabkan sikap tertutup pada anggota yang sulit
membuka diri dan berinteraksi dengan anggota kelompok lain.
3.
Transferensi.
anggota kelompok kemungkinan melimpahkan pengalaman masa lalunya yang tidak
menyenangkan pada konselor atau anggota kelompoknya.
4.
Dominasi.
Terjasi apabila salah satu anggota menguasai
pembicaraan sementara anggota lain tidak diberikan kesempatan untuk
mengemukakan masalahnya.
J.
KERAHASIAAN
DALAM KONSELING KELOMPOK
Dalam kode etik telah dijelaskan
bahwa konselor wajib menjaga kerahasiaan. Akan tetapi, pada beberapa situasi
konselor dapat membuka rahasia anggota kelompok. Menurut Corey pengecualian itu
antara lain:
·
Ketika
klien membahayakan dirinya sendiri dan orang lain.
·
Konselor
yakin bahwa kliennya yang berusia di bawah 16 tahun mengalami korban perkosaan,
pelecehan anak atau kejahatan lainnya.
·
Bila
konselor yakin bahwa klien memerlukan hospitalisasi.
·
Ketika
konselor mendapatkan panggilan dari pengadilan.
·
Apabila
klien meminta catatannya diserahkan kepada dirinya sendiri atau kepada orang
lainnya.
K. ASAS
a. Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan
keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data
atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam
hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga
semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin,
b. Asas
Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki
adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani
layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor)
berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
c. Asas
Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki
agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap
terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang
dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar
yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban
mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau
terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan
tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan
dan dan kekarelaan.
d. Asas
Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki
agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi
aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor)
perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap
layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
e. Asas
Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan
pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai
sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi
individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan
lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri
sendiri. Guru Pembimbing (konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap
layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
e. Asas
Kekinian; yaitu asas yang menghendaki
agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi
sekarang. Kondisi masa lampau dan masa
depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan
apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang
f. Asas
Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki
agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya
selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan
sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
g. Asas
Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki
agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan
oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan
terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak
yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus
dilaksanakan sebaik-baiknya
h. Asas
Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki
agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada
norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu
pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh
lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus
dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati
dan mengamalkan norma-norma tersebut.
i.Asas
Keahlian; yaitu asas yang menghendaki
agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar
kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli
dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus
terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan
konseling.
j. Asas
Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki
agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan
konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien)
kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing
(konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru
lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing
(konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih
kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
k. Asas
Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki
agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan
suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan
memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya
kepada peserta didik (klien) untuk maju.
Referensi
Lumongga L, Namora.
2011. Memahami Dasar-dasar Konseling
dalam Teori dan Praktik Edisi pertama cetakan ke-1. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Mashudi, farid. 2011. Psikologi konseling. Jogjakata:IRCiSoD.
Posting Komentar