nurul wardah
         

Pada awalnya pelaksanaan konseling hanya dilakukan secara perorangan/individual di mana seorang konselor berhadapan dengan seorang klien di setiap sesi konseling untuk bersama-sama mengatasi masalah klien. Perkembangan dan kemajuan konseling yang terus-menerus akhirnya melahirkan konsep-konsep terbaru yang inovatif dan mendorong ahli konseling untuk menciptakan metode lain yang lebih efektif. Salah satunya adalah mengembangkan bentuk konseling kelompok.
            Dengan demikian, apabila ditinjau dari jumlah klien, maka konseling dapat dibedakan menjadi:
1.      Konseling individual yaitu konseling yang dikhususkan pada satu orang klien.
2.      Konseling kelompok yaitu konseling yang diberikan pada beberapa orang klien.

A.     SEKILAS KONSELING KELOMPOK
Winkel menjelaskan konseling kelompok merupakan pelaksanaan proses konseling yang dilakukan antara seorang konselor profesional dan beberapa klien sekaligus dalam kelompok kecil. Sementara itu menurut Gazda konseling kelompok merupakan hubungan antara beberapa konselor dan beberapa klien yang berfokus pada pemikiran dan tingkah laku yang disadari.
Ada beberapa penanganan masalah yang menerapkan konsep konseling kelompok dalam praktiknya, antara lain seperti psikoterapi kelompok, kelompok latihan dan pengembangan, diskusi kelompok terfokus (FGD) dan Self-help. Latipun menguraikannya sebagai berikut:

1.      Psikoterapi kelompok. yaitu penanganan pada klien yang memiliki disfungsi kepribadian dan interpersonal dengan menggunakan interaksi emosional dalam kelompok kecil.
2.      Kelompok latihan dan pengembangan, yaitu pelatihan bagi sekelompok orang yang ingin meningkatkan kemampuan dan keterampilan tertentu yang bertujuan untuk mencegah munculnya hambatan jika hal tersebut benar-benar terjadi. Misalnya: Pelatihan menghadapi pensiun.
3.      Diskusi kelompok terfokus merupakan bentuk kegiatan diskusi mengenai topik-topik khusus yang telah disepakati bersama dan dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam peserta diskusi.
4.      Self-help adalah forum kelompok yang dibentuk dan dijalankan oleh beberapa orang (sekitar 4-8 orang) yang mengalami masalah yang sama. Self-help dimanfaatkan sebagai sarana untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman mengarasi masalah yang dihadapi serta mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal.

B.     PENGERTIAN KONSELING
        Kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel dari bahasa latin counselium artinya “bersama” atau “bicara bersama”. “Berbicara bersama-sama adalah pembicaraan konselor (counselor) dengan seorang atau beberapa klien (counselor). Counselium berarti “people coming together to gain an understanding of problem that beset them were evident”
       menurut Popinsky & Pepinsky, konseling adalah interaksi antara dua orang individu yaitu konselor dan klien. Interaksi yang terjadi dalam suasana yang profesional, dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudahkan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.
        Pietrofesa mengemukakan seseorang profesional berusaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman dirinya (self-understanding), membuat keputusan dan pemecahan masalah.Menurut Berdnard & Fullner, konseling meliputi mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi membantu individu yang bersangkutan untuk mengepresikan hal tersebut.Menurut Carl Rogers konseling merupakan hubungan terapis dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan diri (self) pada pihak klien.
  Menurut Cormier dkk “Counseling is the helping which include (a) someone seeking help, (b) someone willing to give help who is capble of, or trained to help in a setting that permit's help to be given and received”
Menurut Smith, koseling adalah suatu proses dimana konselor membantu konseli membuat inteprestasi-inteprestasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuain yang perlu dibuat.
Menurut Devision of Counseling Psychology. Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan mencapai perkembangan kemampuan probadi dimilikinya secara optimal.

Dari penjelasan Stefflre dan Grant, konseling setidaknya menekankan empat hal yaitu:
  1. Konseling sebagai proses.
  2. Konseling sebagai hubungan spesifik.
  3. Konseling adalah membantu klien.
  4. Konseling untuk mencapai tujuan hidup.

Psikologi konseling bermaksud konseling berupa bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu yang mengalami masalah melalui pendekatan psikologi.

           Beberapa kesalahan pengertian konseling:
  1. Konseling sebagai usaha pemberian nasehat.
  2. Konseling sebagai pemberian informasi.
  3. Konseling menciptakan ketergantungan kepada konselor.
  4. Konseling mempengaruhi klien.
  5. Konseling harus netral nilai.
  6. Konseling sama dengan intervin.
     Menurut Williamson, tujuan konseling adalah mencapai tingkat excellence dalam segala aspek kehidupan klien dengan membantu atau memberi kemudahan dalam proses perkembangan individu klien.Kumboltz menjelaskan bahwa tujuan konseling adalah membantu klien belajar membuat keputusan adalah membantu klien belajar membantu keputusan-keputusan dan memecahkan problem-problemnya.Williamson mengkaitkan tujuan konseling dengan tujuan pendidikan sehingga menurutnya tujuan koseling adalah sama dengan tujuan pendidikan sebab konseling itu sama dengan pendidikan (counseling as education) yaitu perkembangan yang optimum dari individu sebagai pribadi yang utuh  dan bukan semata-mata ditujukan pada kemampuan intelektual = membantu individu-individu agar mampu membangun kehidupan mereka secara keseluruhan
     Indifidu indifidu yang menempati wilayah tertentu merupakan suatu perkumpulan atau disebut dengan kelompok. Dengan demikian, kehidupan individu itu tidak terlepas dari kelompok, baik kelompok kecil seperti keluarga atau kelompok kerja, maupun kehidupan kelompok besar seperti masarakat, bangsa dan lain sebagainya.
     Menurut hernett smith, kelompok adalah suatu unit yang terdapat beberapa indifidu yang mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar kesatuan persepsi.
      Dari  pengertian tersebut, secara singkat dapat di artikan bahwa kelompok merupakan kumpulan dari orang orang yang mengadakan interaksi dengan sesamanya secara lebih sering dari pada mereka yang mengadakan interaksi perorangan. Jadi dalam setiap kelompok masing masing individu mempunyai sikap dan tingkah laku yang sama dengan anggota kelompok yang lain. Sehingga semua kelompok memiliki sikap dan tingkah laku yang seragam.
Dari utayan tersebut dapat di peroleh pemahaman bakwa kelompok merupakan kumpulan individu yang mengadakan interaksi secara mendalam antara satu sama lain.mereka memiliki kesatuan persepsi untuk bertingkah laku di luar maupun luar kumpulan mereka. 

C.     KLIEN DALAM KONSELING KELOMPOK
Ada berbagai macam tipe klien yang terdapat dalam konseling kelompok. Menurut Shertzer & Stone karakteristik klien yang cocok mengikuti konseling kelompok adalah:
1.      Klien yang merasa bahwa mereka perlu berbagai sesuatu dengan orang lain dimana mereka dapat membicarakan tentang kebimbangan, nilai hidup dan masalah yang dihadapi.
2.      Klien yang memerlukan dukungan dari teman senasib sehingga dapat saling mengerti.
3.      Klien yang membutuhkan pengalaman dari orang lain untuk memahami dan memotivasi diri.

Selain karakteristik klien tersebut, keefektifan layanan konseling kelompok juga dipengaruhi oleh bagaimana anggota kelompok menciptakan situasi konseling yang saling mendukung. Suasana tersebut natara lain:
1.      Terjadinya interaksi yang dinamis.
2.      Keterikatan emosional.
3.      Adanya sikap penerimaan antara sesama anggota.
4.      Altruistik, yaitu mengutamakan kepedulian terhadap orang lain.
5.      Dapat menambah ilmu dan wawasan anggota kelompok serta menumbuhkan ide-ide mengatasi masalah.
6.      Setiap anggota dapat melakukan katarsis (menyatakan emosi yang mengarah pada pengungkapan maslaah sebenarnya). 
7.      Setiap anggota dapat berempati satu sama lain.
Oleh karena itu, peran serta seluruh anggota kelompok sangat diperlukan untuk mewujudkan situasi konseling yang saling membangun, mendukung dan harmonis. Adapun peran serta anggota konseling kelompok yaitu:
1.      Berperan aktif yang ditunjukkan melalui sikap 3M (mendengar dengan aktif, memahami dengan positif dan merespon dengan tepat).
2.      Bersedia berbagai pendapat, ide dan pengalaman.
3.      Dapat menganalisis.
4.      Aktif membina keakraban dan menjalin ikatan emosional.
5.      Dapat mematuhi etika kelompok.
6.      Dapat menjaga kerahasiaan, perasaan dan bersedia membantu anggota kelompok.
7.      Membina kelompok dengan tujuan mencapai keberhasilan kegiatan kelompok.

D.     KONSELOR DALAM KONSELING KELOMPOK
Capuzzi dan Gross mengatakan bahwa tugas konselor adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan arahan. Uraiannya sebagai berikut:
1.      Pemeliharaan (providing)
Konselor berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk tetap menjaga dan memelihara hubungan yang baik dengan klien. 
2.      Pemrosesan (processing)
Konselor berperan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang terdapat dalam proses konseling yang meliputi eksplanasi, klarifikasi, interpretasi dan memberikan kerangka kerja untuk perubahan atau menuangkan gagasan kepada anggota kelompok.
3.      Penyaluran (catalyzing)
Konselor berperan mendorong terbentuknya interaksi positif dengan sesama anggota kelompok melalui pengalaman terstruktur dan pemberian model.
4.      Pengarahan (direcying)
Pengarahan di sini dimaksudkan bahwa konselor mengarahkan proses konseling seperti dalam hal membatasi topik, mengarahkan peran anggota kelompok, mengarahkan norma dan tujuan kelompok, pengaturan waktu, langkah-langkah yang diambil, menghentikan proses konseling, menengahi perselisihan anggota dan menegaskan prosedur.

E.      TUJUAN DALAM KONSELING KELOMPOK
Adapun tujuan konseling kelompok menurut Bariyyah adalah:
1.      Membantu individu mencapai perkembangan yang optimal.
2.      Berperan mendorong munculnya motivasi kepada klien untuk merubah perilakunya dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya.
3.      Klien dapat mengatasi masalahnya lebih cepat dan tidak menimbulkan gangguan emosi.
4.      Menciptakan dinamika sosial yang berkembang intensif.
5.      Mengembangkan keterampilan komunkasi dan interaksi sosial yang baik dan sehat.
Sementara itu Wiener mengatakan bahwa tujuan dari konseling adalah sebagai media terapoutik  bagi klien, karena dapat meningkatkan pemahaman diri dan berguna untuk perubahan tingkah laku secara individual.
Ada beberapa kelebihan atau keuntungan yang dapat diperoleh klien melalui konseling kelompok seperti yang dikemukakan Hough berikut ini:
1.      Konseling kelompok menerapkan pendekatan yang menjalin hubungan perasaan sebagai sebuah kelompok dalam masyarakat yang sudah saling terasing dan tidak memiliki aturan yang jelas.
2.      Kelompok juga saling memberikan dukungan dalam menghadapi maslaah yang dihadapi setiap orang.
3.      Kelompok dapat memberikan kesempatan untuk belajar antara satu sama lain.
4.      Kelompok dapat menjadi motivator bagi masing-masing klien.
5.      Kelompok dapat menjadi tempat yang baik untuk menguji dan mencoba perilaku yang baru.
6.      Kelompok menanamnkan perasaan tenteram kepada anggotanya karena mereka bebas dapat berbicara dengan orang yang tidak akan menertawakn atau merendahkan mereka karena masing-masing memiliki masalah.
7.      Anggota-anggota kelompok yang ada dapat saling membantu dengan menjadi buddy (Pasangan yang selalu dapat memberikan pertolongan dan bersedia membantu) dan juga dapat menjadi mentor kepada anggota kelompok yang lain.

F.      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSELING KELOMPOK
Untuk mencapai tujuan dalam konseling kelompok, maka konselor perlu memerhatikan faktor-faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan proses konseling. Beikut faktor-faktornya:
1.      Membina Harapan
Harapan akan menimbilkan perasaan optimis pada diri klien untuk dapat menyelesaikan masalahnya.
2.      Universalitas
Universalitas akan mengurangi tingkat kecemasan klien karena mengetahui bahwa bukan hanya dirinya yang memiliki masalah. Teman-teman satu kelompoknya juga memiliki masalah walaupun dalam dimensi yang berbeda.
3.      Pemberian Informasi
Informasi dapat diperoleh melalui pimpinan kelompok (konselor) maupun dari anggota kelompok lain.
4.      Altruisme
Altruisme mengacu kepada proses memberi dan menerima. Klien yang merasa bahwa kelompoknya telah memberikan banyak masukan dan kebaikan pada dirinya selama menjalani proses konseling, akan melakukan hal yang sama terhadap anggota kelompoknya.
5.      Pengulangan korektif keluarga primer
Pengulangan korektif keluarga primer dimaksudkan untuk menjalin kedekatan emosional antar-anggota dan konselor.  
6.      Pengembangan teknik sosialisasi
Teknik sosialisasi berhubungan dengan cara anggota kelompok menjalin hubungan interpersonal.
7.      Peniruan tingkah laku
Peniruan tingkah laku diperoleh dari pengalaman atau hasil identifikasi anggota kelompok yang dirasakan layak untuk ditiru.
8.      Belajar menjalin hubungan interpersonal
Anggota kelompok diharapkan dapat saling belajar menjalin hubungan interpersonal dengan kelompoknya.
9.      Kohesivitas kelompok
Kohesivitas tidak terjadi  begitu saja. Ada bentuk penerimaan yang hangat dari masing-masing anggota serta keinginan untuk terus-menerus menjalin hubungan interpersonal yang akrab.
10.  Katarsis
Anggota kelompok diharapkan dapat melepaskan katarsis yang dimilikinya melalui pengungkapan perasaan baik secara positif maupun negatif.
11.  Faktor-faktor eksistensial
Faktor-faktor eksistensial perlu dibicarakan dan menjadi bahan diskusi bagi anggota kelompok.
Dengan mengetahui faktor yang telah dijelaskan di atas maka konselor dapat menyelaraskannya dengan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling kelompok.

G.     STRUKTUR KONSELING KELOMPOK
Untuk melaksanakan konseling kelompok, konselor harus memerhatikan struktur yang tepat dan sesuai dengan klien. Berikut penjelasannya:
1.                  Jumlah Anggota Kelompok
Jumlah keanggotaan pada konseling kelompok terdiri dari empat sampai 12 orang klien, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila jumlah anggota kelompok kurang dari empat orang dinamika kelompok menjadi kurang hidup, sebaliknya bila anggota kelompok lebih dari 12 orang, maka konselor akan kewalahan mengelola kelompok karena jumlah anggota kelompok terlalu besar.
2.                  Homogenitas Kelompok
Beberapa konseling kelompok memandang bahwa homogenitas kelompok dilihat berdasarkan jenis kelamin klien yang sama, jenis masalah yang sama, dan kelompok usia yang sama. Tetapi pada saat yang berbeda seorang konselor dalam konseling kelompok dapat saja menetapkan bahwa homogenitas klien hanya dilihat dari masalah atau gangguan yang dihadapi.  
3.      Sifat kelompok
a.       Sifat Terbuka
Karena pada kelompok ini dapat menerima kehadiran anggota baru setiap saat sampai batas yang telah ditentukan.
b.      Sifat Tertutup
Konselor tidak memungkin masuknya klien baru untuk tergabung dalam kelompok yang telah terbentuk.
4.      Waktu Pelaksanaan
Batas akhir pelaksanaan konseling kelompok sangat ditentukan seberapa besar permasalahan yang dihadapi kelompok. Biasanya masalah yang tidak terlalu kompleks membutuhkan waktu penanganan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masalah yang kompleks dan rumit.

H.     TAHAPAN KONSELING KELOMPOK
Corey dan Yalom membagi tahapan konseling menjadi enam bagian, yaitu:
1.      Prakonseling
Tahap prakonseling dianggap sebagai tahap persiapan pembentukan kelompok.

2.      Tahap Permulaan
Tahap ini ditandai dengan dibentuknya struktur kelompok. Manfaatnya agar anggota kelompok dapat memahami aturan yang ada dalam kelompok.
3.      Tahap Transisi
Tahap ini disebut Prayitno sebagai tahap peralihan. Hal umum yang sering kali muncul pada tahap ini adalah terjadinya suasana ketidakseimbangan dalam diri masing-masing anggota kelompok.
4.      Tahap Kerja
Prayitno menyebut tahap ini sebagai tahap kegiatan. Tahap ini dilakukan setelah permasalahan anggota kelompok diketahui penyebabnya sehingga konselor dapat melakukan langkah selanjutnya yaitu menyusun rencana tindakan.
5.      Tahap Akhir
Tahap ini adalah tahapan dimana anggota kelompok mulai mencoba perilaku baru yang telah mereka pelajari dan dapatkan dari kelompok.
6.      Pasca Konseling
Jiika proses konseling telah berakhir, sebaiknya konselor menetapkan adanya evaluasi sebagai bentuk tindak lanjut dari konseling kelompok.

I.        INTERAKSI DALAM KONSELING KELOMPOK
Interaksi dapat berlangsung positif apabila pada interaksi kelompok tersebut terjadi kohesivitas, saling memberi umpan balik dan terjalin kedekatan emosional antar-anggota.  
Sebaliknya, interaksi dapat berlangsung negatif apabila pada interaksi terjadi hal-hal seperti yang dikemukakan oleh Latipun (2001) berikut:
1.      Konflik, yaitu terjadinya pertentangan antar-anggota kelompok yang dapat disebabkan karena ketidaksiapan menerima umpan balik, atau umpan balik disampaikan secara negatif.
2.      Kecemasan, kecemasan ini kemungkinan disebabkan sikap tertutup pada anggota yang sulit membuka diri dan berinteraksi dengan anggota kelompok lain.
3.      Transferensi. anggota kelompok kemungkinan melimpahkan pengalaman masa lalunya yang tidak menyenangkan pada konselor atau anggota kelompoknya.
4.      Dominasi. Terjasi apabila salah satu anggota menguasai  pembicaraan sementara anggota lain tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan masalahnya.







J.       KERAHASIAAN DALAM KONSELING KELOMPOK
Dalam kode etik telah dijelaskan bahwa konselor wajib menjaga kerahasiaan. Akan tetapi, pada beberapa situasi konselor dapat membuka rahasia anggota kelompok. Menurut Corey pengecualian itu antara lain:
·         Ketika klien membahayakan dirinya sendiri dan orang lain.
·         Konselor yakin bahwa kliennya yang berusia di bawah 16 tahun mengalami korban perkosaan, pelecehan anak atau kejahatan lainnya.
·         Bila konselor yakin bahwa klien memerlukan hospitalisasi.
·         Ketika konselor mendapatkan panggilan dari pengadilan.
·         Apabila klien meminta catatannya diserahkan kepada dirinya sendiri atau kepada orang lainnya.

K.     ASAS
a.    Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas  yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik  (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing  (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin,
b. Asas Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
c. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien)  yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, guru  pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan  dan kekarelaan.
d. Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan  yang diberikan kepadanya.
e. Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan  bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing (konselor)  hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
e. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling  yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarangKondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien)  pada saat sekarang
f. Asas Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
g. Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi  dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya
h. Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan,  dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan  bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
i.Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.  Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan   dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
j. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor)dapat menerima alih tangan  kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor),  dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
k. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya  kepada peserta didik (klien) untuk maju.


Referensi

Lumongga L, Namora. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktik Edisi pertama cetakan ke-1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 
Mashudi, farid. 2011. Psikologi konseling. Jogjakata:IRCiSoD.


0 Responses

Posting Komentar